Kamis 24 May 2018 12:47 WIB

Selesaikan Perkara Lingkungan, KLHK Gandeng Komisi Yudisial

Penyalahgunaan wewenang saat menangani perkara lingkungan hidup dapat dicegah.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Friska Yolanda
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanaan Siti Nurbaya dan Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari menandatangani nota kesepahaman untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang hakim dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup dan kehutanan di Jakarta, Rabu (23/5).
Foto: Dok Humas KLHK
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanaan Siti Nurbaya dan Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari menandatangani nota kesepahaman untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang hakim dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup dan kehutanan di Jakarta, Rabu (23/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanaan Siti Nurbaya dan Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari menandatangani nota kesepahaman untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang hakim dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup dan kehutanan di Jakarta, Rabu (23/5). Nota kesepahaman ini bertujuan untuk mewujudkan penyelesaian perkara lingkungan hidup dan kehutanan yang sudah dilimpahkan ke pengadilan, berjalan secara berkeadilan sesuai dengan hukum acara yang berlaku.

Siti mengatakan KLHK dan Komisi Yudisial RI dapat bersinergi melakukan kegiatan pertukaran data dan informasi, pemantauan peradilan bersama, dukungan tenaga ahli, sosialisasi dan kampanye, serta berbagai kegiatan lain yang dapat memperkuat pelaksanaan tugas masing-masing pihak.

"Saya berharap melalui nota kesepahaman ini kedua instansi dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh hakim saat menangani perkara lingkungan hidup dan kehutanan," katanya.

Saat perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan, KLHK tidak memiliki kewenangan dalam memutuskan perkara. Karena itu, KLHK menggandeng Komisi Yudisial yang memiliki kewenangan dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Selama ini, KLHK telah berkomitmen melaksanakan penegakan hukum dengan tujuan menurunkan ancaman dan gangguan. Dengan menggunakan pendekatan multiinstrumen dalam penegakan hukum yaitu sanksi administrasi, hukum pidana dan hukum perdata, secara simultan untuk memberikan dampak perbaikan dan efek jera terhadap pada pelanggar.

Data capaian penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan sejak 2015-2018 menunjukkan ada 1.995 pengaduan terkait LHK ditangani, 2.089 izin yang diawasi, dan 450 sanksi administratif telah dikenakan. Sebanyak 220 gugatan perdata diajukan dengan nilai ganti kerugian sebesar Rp 16,9 triliun (16 gugatan melalui pengadilan) dan Rp 42,55 miliar (110 kesepakatan di luar pengadilan), 433 kasus pidana dinyatakan P-2 dan 610 operasi pengamanan hutan dilakukan (196 operasi illegal logging, 221 operasi perambahan hutan, 187 operasi kejahatan tumbuhan satwa liar).

Ketua KY Aidul Fitriciada merasa bersyukur di bulan Ramadhan bisa menandatangani nota kesepahaman ini. Menurut dia, manusia dan alam dalam kesadaran masyarakat traditional adalah menyatu, dimana fungsi alam dan manusia saling berinteraksi, sehingga manusia berkewajiban untuk menjaganya.

"Dengan nota kesepahaman ini, kami berharap ada kepastian hukum, keadilan bagi masyarakat dan keadilan bagi alam. Selain ada kemanfaatan hukum, sosial dan ekonomi serta kultural bagi bangsa Indonesia," ujar Aidul.

Perhatian publik terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat melalui pembangunan nasional yang berkelanjutan, terus meningkat. Untuk itu, menurut Direktur Jenderal Penegakkan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, kehadiran negara sangat penting untuk memenuhi hak konstitusional masyarakat terhadap lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

"Salah satu langkah yang dilakukan adalah melalui penegakkan hukum lingkungan hidup dan kehutanan yang berkeadilan," kata Rasio.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement