Rabu 23 May 2018 12:44 WIB

Pemerintah Ingin Definisi Terorisme tanpa Motif Politik

Pemerintah satu suara terkait penempatan frasa tersebut ada di penjelasan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Rapat Panja Tim Perumus Revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Rapat Panja Tim Perumus Revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pemerintah menghendaki frasa definisi terorisme motif politik, tujuan ideologi dan ancaman keamanan negara tidak dimasukkan dalam batang tubuh atau pasal di Revisi Undang undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Antiterorisme). Pemerintah tetap pada sikapnya agar frasa yang menjadi ganjalan selesainya Revisi UU itu, cukup diletakkan dalam bagian penjelasan umum. I

Hal tersebut terungkap dalam pembahasan Tim Panja Perumus Revisi UU Antiterorisme dengan pemerintah, Rabu (23/5). "Sementara ini kesepakatan pemerintah yang sudah ditandatangani semua unsur-unsur yang ada dalam pemerintah ini kami merumuskannya terkair dengan frasa itu masuk ke dalam penjelasan umum," ujar Ketua Tim Panja Pemerintah Revisi UU Antiterorisme Enny Nurbaningsih di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5).

Enny beralasan, sikap pemerintah yang menginginkan frasa tersebut berada di bagian penjelasan karena lantaran khawatir jika frasa tersebut dimasukkan ke pasal RUU

akan mengubah rumusan delik pasal 6 dan 7 di Revisi UU tersebut yang juga terdapat unsur-unsur terorisme. Sementara kata Enny, jika rumusan pasal 6 dan 7 tersebut diubah, juga akan kemudian mengubah seluruh pasal.

"Kalau itu diubah itu akan kemudian mengubah seluruhnya, gitu lho, jadi kesulitan akhirnya. Dan ini juga yang menyebabkan sulit itu bukannya kami saja tapi juga adalah aparat penegak hukum yang menjadi user dari UU ini," ujar Enny.

Baca: Mahfud MD: Dengarkan Pendapat Yusril Soal Definisi Terorisme

Karena itu Enny melanjutkan diskusi tim Pemerintah menghendaki frasa tersebut diletakkan di dalam penjelasan umum. Menurutnya, inti dari Revisi UU ini adalah definisinya adalah tindak pidana terorisme itu sendiri yang sudah dirumuskan dalam UU tersebut.

"Itu sudah cukup sebetulnya, tapi ini ada kehendak untuk lebih memperjelas apa itu terorisme yang sebetulnya sudah ada dalam pasal 6 dan 7," kata Enny.

Selain itu juga, jika frasa tersebut dimasukkan dalam batang tubuh juga ditengarai akan membatasi ruang gerak aparat penegak hukum. "Bukan, aparat penegak hukum. Termasuk jaksa juga. Jadi kita melihatnya tidak hanya satu sisi saja dari Densus tapi juga dari kejaksaan," katanya.

Enny juga menegaskan sikap Pemerintah satu suara terkait penempatan frasa tersebut ada di penjelasan. Hal itu juga untuk meluruskan adanya surat dari Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan yang justru tak mempermasalahkan jika frasa tersebut berada di batang tubuh UU.

"Kami daru pemerintah ini sudah tanda tangan semua, dari TNI, Polri dari BIN, BAIS yang terlibat kan cukup banyak ini, dari kementerian lembaga yang terkait juga ada di dalamnya. (Surat Kemenkopolhukam) itu kami perhatikan, kami tidak pernah mengesampingkan surat surat itu, hanya meletakannya saja bagaimana menempatkannya secara proporsional," ujarnya.

photo
Pembahasan RUU Antiteorisme termasuk soal definisi terorisme.

Seperti diketahui, rapat pembahasan RUU Antiterorisme akan digelar pada Rabu (23/5) ini. Agendanya, mendiskusikan poin tunggal terkait penempatan frasa motif politik, ideologi, dan mengancam keamanan negara, dalam definisi terorisme

Anggota Panitia Khusus RUU Antiterorisme Arsul Sani mengatakan, pilihannya antara menempatkan frasa tersebut di batang tubuh Undang-Undang atau di penjelasan umum. "Nah, yang besok tentu kita diskusikan kembali. Apakah kita mau tempatkan (frasa itu) di penjelasan umum, dengan narasi yang cukup panjang nantinya. Atau, akan kita masukkan (ke dalam pasal-pasal)," ujar Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (22/5).

Menurut dia, memang ada dinamika terkait pembahasan frasa tersebut. Namun, dinamika yang terjadi bukan soal tidak setujunya frasa tersebut dimasukkan dalam definisi terorisme, melainkan hanya soal penempatannya.

"Teman-teman Densus (Antiteror 88) itu bukan tidak setuju adanya frasa motif politik, motif ideologi, dan ancaman terhadap keamanan negara. Cuma mereka minta tempatnya tidak di dalam batang tubuh, tidak di dalam kalimat definisi, kalimatnya itu di penjelasan," ujar Arsul.

Di DPR, fraksi partai pendukung pemerintah setelah rapat dengan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto pekan lalu telah menyepakati agar frasa motif politik, ideologi, dan ancaman keamanan negara tidak memasukkan frasa-frasa tersebut di dalam pasal, tetapi menempatkannya di dalam bab penjelasan umum. Sementara, fraksi di luar pemerintahan sejauh ini menyepakati frasa definisi tersebut dimasukkan dalam pasal UU.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement