REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menangkap sejumlah orang yang menuding aksi terorisme yang terjadi belakangan ini sebagai suatu rekayasa. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal menyatakan, penangkapan itu dilakukan agar menjadi pelajaran bagi para pengunggah.
"Ini mengancam stabilitas masyarakat, tolong catat terkait cap rekayasa bahwa Polri tidak nyaman bila aksi ini dikatakan rekayasa. Siapa pun yang menyebut itu (rekayasa) kita tunggu buktinya," kata Iqbal di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (21/5).
Ada tiga orang yang ditangkap karena menyebut Polri dan kasus terorisme yang terjadi sebagai rekayasa atau pengalihan isu. Mereka adalah FSA yang seorang kepala SMP N Kayong, HDL yang merupakan dosen di Universitas Sumatera Utara, dan AAD yang merupakan seorang satpam di Sumatra Utara. Ketiganya menyebarkan informasi tersebut melalui internet dan media sosial.
Iqbal pun menegaskan, tidak ada rekayasa apa pun dalam kasus terorisme yang terjadi belakangan ini. "Jadi, kalau ada yang bilang rekayasa, sutradara sehebat apa pun dari Hollywood juga tidak akan bisa," kata Iqbal.
Iqbal pun menantang siapa pun yang menyebut adanya rekayasa terkait terorisme di Indonesia untuk membuktikannya dan menyampaikan pada Polri. Iqbal menambahkan, Indonesia dalam upaya penegakan hukum telah mengedapankan due process of law, yakni penyidik Polri mengumpulkan seluruh alat bukti dan petunjuk serta memenuhi hak-hak tersangka.
Polri bersama stakeholder lainnya pun mengklaim sudah melakukan upaya pendekatan lunak pada terduga teroris dan menyampaikan pesan deradikalisasi kepada masyarakat bersama organisasi terkait. "Tidak ada yang ditutup-tutupi," ucap Iqbal.