REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise meminta kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Papua tidak diselesaikan secara adat, denda, ataupun mediasi. Kasus-kasus itu harus diselesaikan melalui jalur hukum.
"'Kitong pu tanah ini harus maju, jangan lagi baku pukul'," kata Yohana dalam logat Papua kepada warga Kampung Astj, Kabupaten Asmat, Papua, seperti disampaikan melalui siaran pers dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) yan diterima di Jakarta, Sabtu (19/5).
Yohana mengatakan semua elemen masyarakat di Kampung Astj harus bersatu menghilangkan budaya kekerasan untuk mendukung kemajuan di Tanah Papua. Yohana juga meminta masyarakat di Papua untuk mengubah budaya patriarki yang masih dianut.
Kaum laki-laki di Kampung Astj harus lebih melindungi, menyayangi, dan memuliakan perempuan. "Begitu juga dengan anak, perhatikan kesehatannya dan pendidikannya, terutama anak perempuan. Jangan begitu gadis langsung kasih nikah," tuturnya.
Angka kekerasan pada perempuan dan anak di Papua merupakan yang tertinggi di antara provinsi yang lain. Di Kampung Astj, sebagian besar masyarakat masih melakukan kekerasan fisik, baik guru kepada murid, orang tua kepada anak maupun suami kepada istri.
Sebelumnya, Yohana telah menandatangani peresmian Kabupaten Asmat menuju Kabupaten Layak Anak di Gedung Bumiwiyata Mandala. Terdapat 24 indikator dan tahapan yang harus dijalani.
Indikator tersebut, di antaranya anak-anak harus bersekolah, mendapatkan akses kesehatan, gizi yang baik dan perlindungan hak sipil. "Yang tidak kalah penting, segeralah membentuk Forum Anak agar terlibat di dalam musyawarah perencanaan pembangunan," katanya.