REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menginginkan penanggulangan terorisme di Tanah Air jangan sampai tumpang tindih. Sebab, itu akan menimbulkan ketidakefektifan di lapangan karena ada kemunculan badan baru.
"Jangan semuanya berwacana atau menampilkan badan-badan baru yang tumpang tindih dengan badan lainnya dan di lapangan malah tidak terjadi efektivitas serta koordinasi," kata Hidayat Nur Wahid dalam rilis, Sabtu (19/5).
Menurut Hidayat, pemerintah semestinya dapat menyelesaikan dahulu semua persoalan menyangkut pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab). Persoalan tersebut seperti terkait komando, kinerja, dan koordinasi dengan Kemenkopolhukam.
Politikus PKS mengingatkan soal pelibatan tentara dan tim pemberantasan terorisme itu sudah dilakukan sejak dulu. Sebab, dia mengatakan, regulasinya memungkinkan untuk itu, seperti dalam kasus Poso, di mana tentara sudah terlibat membantu memberantas teroris.
Pada Jumat (18/5), anggota Komisi III DPR RI Junimart Girsang juga mengutarakan hal senada. Dia menginginkan berbagai lembaga eksisting atau yang telah ada pada saat ini dimaksimalkan untuk menangani aksi teror.
Junimart menyarankan agar jangan membentuk badan baru yang bisa berpotensi tumpang tindih. "Jangan memperkeruh suasana dengan membentuk tim-tim lain di luar yang sudah ada," kata Junimart Girsang di Jakarta.
Menurut Junimart, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus 88 Antiteror Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN, mampu mengatasi kasus teror. Untuk itu, ujar dia, sudah selayaknya berbagai badan itu dimaksimalkan.
Politikus PDIP itu mencemaskan pembnetukan tim baru akan membuat tumpang tindih dan rantai komando yang saling bersilang satu sama lain.
Anggota Komisi III Junimart Girsang. (Republika)
Sebelumnya, koalisi yang terdiri atas belasan lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengingatkan hak asasi manusia adalah prasyarat mutlak dalam upaya penanggulangan terorisme di Tanah Air. Siaran pers bersama LSM di Jakarta, Kamis (17/5), menyatakan semua pihak tentu mengecam serangan terorisme yang terjadi secara berturut-turut dalam dua pekan terakhir.
Saat ini, dia mengatakan, perlu melawan segala bentuk kekerasan terorisme dan intoleransi dengan cara yang beradab, bermartabat dan menyeluruh.
Namun, mereka khawatir, bila terorisme dan intoleransi dilawan dengan cara yang mendelegitimasi HAM serta menafikan perbedaan dan keragaman, justru akan semakin mereproduksi rantai kekerasan. Bahkan, cara itu akan melemahkan langkah-langkah kontra radikalisasi dan upaya-upaya deradikalisasi terhadap benih ekstremisme lainnya, serta semakin memperbesar polarisasi di tengah masyarakat.
Sejumlah LSM itu antara lain Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, Elsam, Imparsial, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), LBH APIK, ICJR, Setara Institute, Amnesty International Indonesia, AJAR, Walhi, Perludem, KPA, dan Solidaritas Perempuan.