Ahad 20 May 2018 06:25 WIB

Direktur Setara: Intoleransi, Bibit Awal Munculnya Terorisme

Riset Setara di 171 sekolah, ada sebanyak 0,3 persen siswa terpapar ideologi teror.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andi Nur Aminah
Kelompok Teroris - ilustrasi
Foto: Irib
Kelompok Teroris - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Riset Setara Institute Halili menilai isu intoleransi seharusnya menjadi fokus untuk penanganan terorisme sejak di tingkat hulu. Sebab menurut Halili, sikap intoleransi merupakan awal mula seseorang berubah menjadi pelaku tindak pidana terorisme.

Dalam riset yang dilakukan Setara Institute, sikap tersebut menjadi bibit-bibit munculnya paham radikalisme. "Tangga pertama menuju teroris adalah intoleransi. Inkubasi bibit terorisme, begitu banyak riset Setara yang menunjukan bahwa kita harus berikan perhatian serius pada dunia pendidikan yang memberikan ruang bagi intoleransi," ujar Halili dalam diskusi bertajuk 'Never Ending Terrorist' di Cikini, Menteng, Jakarta, Sabtu (19/5).

Ia mengungkap riset yang pernah dilakukan Setara Institute di 171 sekolah menengah atas negeri, yang hasilnya mengkhawatirkan. Menurutnya, sebanyak 0,3 persen siswa terpapar ideologi teror, sementara 2,4 persen diketahui mengalami intoleransi aktif. "Meskipun toleransi di antara mereka cukup tinggi 61,5 persen toleransi tapi kita berikan fokus pada 2,4 persen dan 0,3 persen. Karena 0 persen itu terlalu banyak. Dalam konteks terorisme satu orang itu sudah terlalu banyak," ungkap Halili.

Karena itu menurut Halili, dalam pencegahan terorisme, pemerintah juga perlu memperhatikan serius mengenai pendidikan di sekolah. Menurut Setara, pemberantasan paham radikalisme perlu sejak dini diberantas, tak cuma terfokus pada pelaku teror semata. "Jadi diawali juga oleh guru-guru mereka, agar pengajaran kepada siswa-siswa juga tidak mengajarkan bibit bibit intoleransi," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement