REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Solidaritas Indonesia (PSI) akan menempuh jalur hukum dalam menghadapi laporan Badan Pengawas Pemilu RI, terkait dugaan pelanggaran aturan pemilu pada iklan yang dikeluarkan oleh partai berlambang mawar tersebut.
"Kami menghormati keputusan Bawaslu RI untuk melimpahkan kasus materi 'polling' cawapres dan anggota kabinet Jokowi 2019 di Koran Jawa Pos ke pihak kepolisian. Tapi, kami akan menggunakan hak untuk melakukan perlawanan secara hukum," ujar Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni di Jakarta, Kamis (17/5).
Raja menilai ada perbedaan tafsir hukum yang diyakini pihaknya dengan lembaga pengawas penyelenggaraan pemilu itu. Menurut dia, materi iklan yang dimuat di Harian Jawa Pos pada 23 April 2018 merupakan wujud komitmen PSI untuk melaksanakan pendidikan politik.
"Materi (iklan) kami tidak memuat visi dan misi serta program partai. Materi itu juga tidak mengandung ajakan untuk memilih kami. Padahal, itulah definisi kampanye menurut Pasal 274 Undang-Undang Pemilu," tutur Raja.
"Kalau soal pencantuman logo, itu bagian dari pertanggungjawaban. Ini 'polling' untuk publik dan tidak mungkin tak ada penanggungjawab. Makanya ada nama dan logo PSI untuk tanggung jawab," ujarnya.
Tidak hanya melakukan perlawanan hukum atas laporan Bawaslu RI, PSI juga berencana mengajukan judicial review atau uji materi terhadap sejumlah pasal yang memuat definisi kampanye pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. "Ini akan kami ajukan ke Mahkamah Konstitusi. Kami akan meminta pemaknaan soal citra diri yang paling tepat dari sana," kata Raja.
Bawaslu RI sebelumnya melimpahkan berkas kasus iklan Partai Solidaritas Indonesia, yang diduga memuat unsur pelanggaran pemilu, kepada kepolisian pada Kamis. Dari hasil pemeriksaan iklan PSI, Bawaslu menemukan tujuh materi yang memenuhi unsur pelanggaran pemilu berupa penggambaran citra diri partai, di antaranya memuat nomor urut serta lambang partai, yang mana hal itu melanggar pasal 1 ayat 35 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Bawaslu RI kemudian melaporkan Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni dan Wakil Sekretaris Jenderal PSI Chandra Wiguna dengan dugaan melakukan kampanye di luar jadwal. Dua petinggi PSI itu diduga melanggar ketentuan Pasal 492 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dan terancam pidana kurungan penjara paling lama satu tahun serta denda paling banyak Rp 12 juta.