REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mendesak DPR segera merampungkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Antiterorisme. Ini menyusul rentetan aksi teror di Surabaya dan Sidoarjo.
Ketua Komas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, RUU itu harus dikebut karena saat ini sudah darurat teroris. Jika tidak selesai, ia mendukung gagasan pemerintah mengeluarkan Perppu Antiterorisme.
"Maka berhentilah (DPR) berdebat yang dimaksud dengan teroris bagaimana. Nantinya kami meminta merujuk ke Undang-Undang Perlindungan Anak karena beberapa kasus terorisme sudah melibatkan anak. Karena anak bukan pelaku, mereka korban," kata Arist di Mapolda Jawa Timur, Rabu (16/5).
Dia mengatakan jika UU atau Perppu Antiterorisme itu jadi maka tidak boleh ada hukuman berat untuk anak yang melakukan aksi teror. Sebab, kata Arist, jika kasus anak seharusnya semua masuk di UU Perlindungan Anak. Ia tidak membenarkan ada aturan hukum yang berbunyi melibatkan anak atau menghukum anak.
"Oleh karena itu Perppu harus membatasi berlaku untuk anak-anak apa tidak. Sistem peradilan anak tidak bisa dihukum mati atau pun lebih dari 10 tahun," katanya.
Selain mendesak RUU dan Perppu Antiterorisme, Komnas PA juga meminta para elit politik untuk tidak saling berdebat. Arist menyarankan bersama-sama mengamankan serta memberikan yang terbaik untuk masyarakat.
"Ini bukan hanya masalah teroris maupun pengalihan isu. Ini tragedi kemanusiaan," kata Arist.
Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo menegaskan RUU Antiterorisme akan segera disahkan pada masa sidang DPR RI Mei ini. Pemerintah diminta satu suara dalam pembahasan finalisasi revisi UU terorisme di DPR.
"Presiden minta RUU Antiterorisme selesai paling lambat Juni. Kami di DPR RI menegaskan siap ketuk palu di Mei ini. Tinggal pemerintah menyelesaikan masalah di internalnya agar satu suara dalam menyikapi revisi UU antiterorisme ini,” ujar Bamsoet saat meninjau lokasi ledakan bom di Mapolretabes Surabaya, Senin (14/5).