REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pelaku terduga teroris yang tewas saat meledakan bom di Mapolrestabes Surabaya, Tri Murtiono diketahui suka menceramahi warga di sekitar tempat tinggalnya. Pelaku diketahui tinggal di Tambak Medokan Ayu Gang, Rungkut, Kota Surabaya, Jawa Timur.
"Pagi sebelum kejadian sekitar pukul 06.00 WIB, saya diceramahi pada saat mengantar galon air isi ulang ke rumahnya," kata seorang warga setempat, Kasidah saat ditemui di areal sekitar rumah pelaku, Selasa (15/5).
Menurut dia, pihaknya sudah bertemu dua kali dengan pelaku pada saat mengirim air galon isi ulang ke rumahnya. Kebetulan Kasidah mempunyai toko kelontong yang menjual air galon isi ulang.
"Sudah dua kali saya mengantar air galon isi ulang. Tapi pada saat mengantar saya tidak boleh masuk ke dalam rumahnya. Saya diminta di depan pagar depan rumahnya," ujar pria setengah baya ini.
Saat ditanya diceramahi apa saja, Kasidah mengaku seputar sikap yang harus dilakukan umat manusia di dunia dan akhirat. "Intinya hidup itu pasrahkan kepada Allah SWT," katanya.
Pada saat diceramahi, Kasidah hanya menyimak apa yang diomongkan Tri Murtiono. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena tugasnya hanya mengantar air galon isi ulang pesanannya.
"Saya pamit pulang karena sudah siang dan ada yang harus saya kerjakan lagi," katanya.
Ketua RT 8 Tambak Medokan Ayu, Suwito sebelumnya mengatakan pihaknya tidak menduga tetangganya merupakan pelaku peledakan bom di Mapolrestabes Surabaya pada Senin (14/5). "Orangnya biasa-biasa saja. Selama ini tidak ada kecurigaan bahwa mereka sebagai pelaku," katanya.
Meski demikian, lanjut dia, dalam kesehariannya salah satu pelaku peledakan bom bunuh diri, Tri Murtiono yang bekerja sebagai pembuat teralis dari aluminium kurang berinteraksi dengan warga sekitar. "Kurang interaksi dengan warga sehingga kesannya tertutup," katanya.
Tri Murtiono (bapak), Tri Ernawati (ibu), Muhammad Dafa Amin Murdana (anak pertama), Muhamamd Dana Satria Murdana (anak kedua) dan Aisya Azahra Putri (anak ketiga) secara bersamaan meledakkan bom bunuh diri di depan pintu masuk kantor Mapolrestabes Surabaya pada Senin (14/5). Dari kejadian tersebut, bapak, ibu dan dua anaknya meninggal dunia, sementara satu anaknya Asisya Azahra berhasil diselamatkan petugas kepolisian.
Polri melakukan operasi untuk mengusut jaringan kelompok teror yang beraksi di Surabaya, Jawa Timur sejak Ahad (13/5) hingga Senin (14/5). Hasilnya, 13 orang ditangkap karena diduga terlibat jaringan terorisme dan rentetan ledakan bom tersebut.
"Sampai hari ini, khususnya untuk wilayah Jatim sudah ditangkap sebanyak 13 orang yang ada kaitannya dengan kejadian yang di Mako Brimob maupun di Jawa Timur," ujar Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (15/5).
Dari 13 orang tersebut, ada dua dengan diantaranya ditembak dan meninggal dunia. Setyo menyebutkan, mereka ditembak karena pada saat diadakan penangkapan melakukan perlawanan. Salah satunya adalah yang meninggal ialah Budi Satrio alias BS. Menurut Setyo, Budi Satrio berperan sebagai penampung dana yang digunakan JAD di Surabaya. JAD Surabaya diketuai oleh Dita yang melakukan bunuh diri di Gereja.
Selanjutnya, terduga teroris yang tewas adalah Wicang alias F. Setyo menjelaskan, Dita sempat menitipkan bom kepada Wicang yang merupakan pelaku peledakan di Mapolrestabes Surabaya. "Jadi yang tewas BS dan Wicang," ujar Setyo.