Rabu 16 May 2018 05:03 WIB

Bunuh diri dari Zaman Yunani Hingga Aksi 'Bom Gila' Surabaya

Di rimba dan savana tak ada harimau atau singa yang tega memangsa anaknya sendiri.

Personel penjikan bom (Jibom) bersiap melakukan identifikasi di lokasi ledakan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Ngagel Madya, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5).
Foto:
Poster film Pasukan Berani Mati.

Lalu bagaimana dengan pandangan atas tindakan bunuh diri pada fenomena sejarah di negara lain? Ternyata, pada zaman perbudakan di Amerika Serikat atau sebelum meletusnya perang saudara (perang sipil Amerika), bunuh diri yang dilakukan oleh para budak telah telah dilihat sebagai fenomena protes sosial. Beberapa  kasus bunuh diri yang menimpa para budak digambarkan oleh para penulis abolisionis, seperti William Lloyd Garrison, sebagai orang-orang yang mengakhiri hidup  sebagai tanggapan terhadap kemunafikan Konstitusi Amerika.

Kaum Abolisionis memiliki pandangan yang berbeda tentang bunuh diri oleh para budak. Berbagai kasus dia contohkan dengan harapan meyakinkan publik bahwa budak tengah memprotes 'masyarakat budak' melalui cara mengakhiri hidup mereka

Sedangkan di belahan dunia lain, pada tahun 1960-an, para biksu Buddha, terutama Thích Quảng Đức, di Vietnam Selatan memperoleh pujian Barat dalam protes mereka terhadap Presiden Ngô Đình Diệm dengan membakar diri sampai mati. Peristiwa serupa juga dilaporkan terjadi di Eropa Timur, seperti kasus yang menimpa Jan Palach setelah invasi Pakta Warsawa dari Cekoslovakia. Pada tahun 1970, mahasiswa geologi Yunani, Kostas Georgakis, juga telah membakar dirinya hingga mati di Genoa, Italia untuk memprotes junta militer Yunani 1967-1974.

Di negara yang sempat diberi julukan negara Tirai Bambu, juga terjadi hal yang sama. Selama Revolusi Kebudayaan di Tiongkok (1966–1976), banyak tokoh yang dikenal publik, terutama intelektual dan penulis, dilaporkan telah melakukan bunuh diri.  Mereka  biasanya melakukan bunuh diri untuk menghindari penganiayaan yang biasanya dilakukan oleh ‘Pengawal Merah’.

Beberapa, atau mungkin banyak, dari kasus bunuh diri di Cina yang dilaporkan tersebut yang dicurigai oleh banyak pengamat, sebenarnya, tidak bersifat sukarela tetapi sebagai akibat dari penganiayaan. Beberapa pihak melaporkan terjadinya kasus bunuh diri termasuk penulis terkenal Lao She, (salah satu di antara penulis Cina abad ke-20 yang paling terkenal), dan wartawan Fan Changjiang.

Di India pun ada aksi penyerangan bunuh terjadi dari pada kasus terbunuhnya perdana menteri Indira Gandhi pada tahun 1984. Saat itu pengawal Indira, Sub-Inspektur Beant Singh, menembakkan tiga peluru ke perut putri semata wayang Pandit Jawaharlal Nehru.  Sembari menembak Beant Singh meneriakkan 'saya telah melakukan apa yang harus saya lakukan. Anda melakukan apa yang ingin Anda lakukan.'  Dan enam menit kemudian tentara di Kepolisian Indo-Tibet Border, yang berada di dekatnya, menangkap dan membunuh Beant Singh di ruang terpisah. Pembunuhan dan aksi bunuh diri ini diindikasikan sebagai imbas konflik antara agama Hindu dan Sikh.

Tragisnya, anak Indira Gandhi, yakni Razif Gandhi bernasib sama. Pada 21 Mei 1991, Razif yang juga menjabat sebagai perdana menteri India, meninggal dunia akibat bom bunuh diri yang dilakukan seorang perempuan suku Tamil, Thenmozhi Rajaratnam alias Dhanu. Saat itu di sekitar pukul 10.21 pagi, Danu mendekati Rajiv Gandhi yang sedang berkampanye di Sriperumbudur, kota yang tak jauh dari Chennai, ibukota Tamil Nadu. Perempuan muda itu membungkuk, memberi hormat ala India dengan cara menyentuh kaki Rajiv.  Namun, pada saat itulah bom sabuk bunuh diri yang sarat bahan peledak jenis RDX yang terselip di dalam gaun Sari, Dhanu meledak. Raziv dan 14 orang lainnya saat itu meninggal seketika.

Di Indonesia sendiri unik. Sampai kini belum ada kasus yang terang-terangan mengaku kasus bunuh diri dilakukan demi tujuan politik praktis. Bila pun ada pada waktu belakangan ini, semua masih tersamar pada kepentingan perjuangan yang berbau kepentingan agama. Apalagi selama ini bunuh diri dengan mengebom lazim dilakukan di daerah konflik, seperti halnya Palestina. Bahkan di sana bom bunuh diri kerap dilakukan anak-anak.

Namun, di kala tahun 1980-an ada film Indonesia yang mengukuhkan sikap keberanian melakukan bunuh diri atau berani mengorbankan nyawa. Salah satunya adalah film kolosal ‘Pasukan Berani Mati’. Cerita film itu mengkisahkan sikap heroik untuk berani bertaruh nyawa demi kejayaan negara.

Film yang di produksi oleh Rapi Film, disutradari oleh Imam Tanthowi, dibintangi oleh Eva Arnaz, Barry Prima, dan Roy Marten itu dibuat sebagai ucapan terimakasih kepada para pahlawan yang telah gugur dalam mempertahankan tanah air tercinta. Film ini masih bisa disaksikan di Youtube.

Meski begitu banyak cerita bunuh diri, yang paling 'gila' memang pengeboman Surabaya yang terjadi pada Ahad hingga Senin lalu. Semua tercengang karena ada bapak tega bonceng anaknya atau ibu gandeng anaknya untuk melakukan pengeboman bunuh diri. Mengacu pada syair Ranggawarsita, zaman kini seolah ikut edan, sebab di rimba dan savana tak ada harimau atau singa yang tega memangsa anaknya sendiri.

 

*Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Kehidupan adalah anugerah berharga dari Allah SWT. Segera ajak bicara kerabat, teman-teman, ustaz/ustazah, pendeta, atau pemuka agama lainnya untuk menenangkan diri jika Anda memiliki gagasan bunuh diri. Konsultasi kesehatan jiwa bisa diakses di hotline 119 extension 8 yang disediakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes juga bisa dihubungi pada 021-500-454. BPJS Kesehatan juga membiayai penuh konsultasi dan perawatan kejiwaan di faskes penyedia layanan
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement