REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Ketua Umum Gerindra menegaskan, bila kelak terpilih menjadi presiden maka akan menyingkirkan aparat pemerintahan yang melakukan korupsi. Hal itu disampaikan saat menghadiri rapat akbar bertajuk 'Prabowo Menyapa' di Taman Kota Angdan Pangrenan Purwokerto, Senin (14/5).
Dengan pidato yang berapi-api, Prabowo menyebutkan bahwa rakyat Indonesia sudah lelah dengan pemimpin maling yang menjual aset negara bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia dan melakukan korupsi. ''Sifat rakyat kita yang baik dan nrimo, dianggap pemimpin pemimpin kita sebagai rakyat yang bodoh dan mudah dibohongi,'' jelasnya.
Prabowo mengaku sudah berkeliling ke berbagai tempat di Indonesia, dan melihat bahwa rakyat membutuhkan perubahan. ''Untuk itu, di tanah lelulur saya ini, saya berjanji bila diberi kesempatan maka semua pemimpin maling itu akan saya singkirkan agar tidak ditempatnya lagi,'' jelasnya.
Dia menyebutkan, banyak orang Indonesia menilai kekuasaan itu sangat menggiurkan. Bukan hanya kekuasaan di tingkat yang tinggi, namun juga di tingkat yang rendah.
''Hal ini wajar, karena selama ini seringkali terjadi satu tanda tangan saja bisa mendapat Rp 1 miliar,'' katanya.
Prabowo tidak menutup mata bila ada kadernya yang juga melakukan hal serupa. ''Saya tidak mengatakan di Gerindra tidak ada. Jangan mengira saya sebagai ketua umum tidak tahu,'' jelasnya.
Dalam kesempatan itu, dia juga menginggung soal bukunya yang berjudul 'Paradoks Indonesia'. Prabowo mengungkapkan, dalam buku itu diungkapkan berbagai paradoks yang terjadi di Indonesia, antara lain lain hal tingkat kesejahteraan masyarakat.
''Indonesia itu, negara kaya dengan sumber daya alam. Bila semua itu dikelola dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat, dan pemimpin-pemimpinnya memang bersih, maka bangsa ini akan menjadi bangsa maju,'' tegasnya.
Prabowo juga menyinggung soal kebocoran uang negara yang disebutnya mencapai Rp 1 triliun per tahun. ''Ketika mengemukakan angka itu, saya diejek, kok banyak sekali,'' katanya.
Dia menyebutkan, kebocoran uang negara sebanyak itu, bukan hanya karena praktik korupsi yang terjadi di pemerintahan. Melainkan juga karena banyaknya penggunaan keuangan negara yang tidak efisien, antara lain, seperti banyak kegiatan studi banding atau perjalanan dinas ke luar negeri.
''Kalau saya mendapat kesempatan, saya akan kurangi semua perjalanan dinas ke luar negeri. Enggak usah lah, karena itu hanya pemborosan. Katanya untuk studi banding atau belajar, tapi jalan-jalan. Mungkin bisa ditolerir kalau hanya dua kali setahun, tapi jangan dua bulan sekali,'' katanya.