REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundangan MUI Ikhsan Abdullah menyatakan, cara untuk menghentikan aksi teror adalah meluruskan paham-paham para teroris. Hal ini menanggapi teror bom di beberapa gereja di Surabaya, Jawa Timur, Ahad (13/5).
"Hanya satu cara melakukan deradikalisasi yakni dengan meluruskan benih-benih paham yang saat ini sudah tersemai dan melekat di hati mereka melalui pendekatan budaya, pemahaman ajaran agama yang benar," ujar Ikhsan melalui keterangan tertulis, Ahad (13/5).
Selain itu kata Ikhsan, memberikan mereka pekerjaan dan penegakan hukum yang equal dengan prinsip equality before the law juga mampu untuk mencegah aksi-aksi tersebut kembali muncul. Semoga saja, ujarnya, upaya deradikalisasi tersebut dapat segera dilakukan.
Sehingga, kata Ikhsan, penanggulangan terorisme tidak lagi mengedepankan tindakan yang represif. "Contoh terbaik adalah bagaimana Pori melakukan dialog dengan tahanan teroris yang menguasai Mako Brimob," ujar Ikhsan
Strategi tersebut, menurutnya dapat dijalankan sebagai konsep menanggulangi terorisme ke depan. Karena berdasarkan penilaiannya upaya Densus 88 yang selalu menembak mati terduga teroris dalam berbagai operasi penangkapan, justru membuat Polri sulit untuk mengungkap jaringanya.
"Jadi intelijen dan Polri masih sangat sulit mendetek jaringan teroris, maka perlu ditinjau ulang strategi yang selama ini dijalankan," ungkapnya.
Seperti diketahui, ledakan bom terjadi di Surabaya, Ahad (13/5) pagi. Ledakan bom terjadi di tiga gereja yang ada di sana. Tiga gereja yang dimaksud adalah Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jalan Arjuna, dan Gereja Santa Maria di Jalan Ngagel.