REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menginginkan adanya langkah pencegahan dan jaminan agar tindakan teror bom tidak berlanjut. Pihak terkait pun diharapkan mengutamakan pemulihan secara cepat, tepat, dan menyeluruh terhadap para korban.
"Kami mengecam keras tindakan serangan bom yang terjadi. Pengusutan tindak kejahatan ini harus dilakukan semaksimal mungkin," tutur Koordinator Kontras Yati Andriyani kepada Republika, Ahad (13/5).
Menurutnya, tindak kejahatan tersebut bukan hanya perlu diungkap dan membawa pelaku melalui mekanisme hukum yang ada, tetapi juga perlu dilakukan langkah pencegahan dan jaminan agar tindakan serangan serupa tidak berkelanjutan dan berulang. Pemulihan secara cepat, tepat dan menyeluruh pun harus diutamakan bagi para korban.
"Semua instansi pemerintah terkait berpadu memberikan layanan yang dibutuhkan. Tidak saja setelah peristiwa, tetapi juga seterusnya sepanjang pemulihan dalam segala bentuknya diperlukan," terang Yati.
Ia mengatakan, masyarakat juga perlu menyuarakan perlindungan, jaminan, serta penghormatan hak-hak kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah. Termasuk juga menyuarakan perdamaian dan segala upaya dalam menolak kekerasan dan perpecahan.
"Pemerintah, politikus, pemimpin agama, dan seluruh pengambil kebijakan mempunyai tanggung jawab untuk memastikan hal-hal tersebut," katanya.
Di samping itu, Yati menyampaikan rasa duka yang mendalam, doa, dan kekuatan terhadap para korban beserta keluarga yang ditinggalkan akibat serangan peledakan bom di tiga gereja di Surabaya. Hingga siang tadi, rentetan teror bom yang terjadi di Kota Pahlawan tersebut saat ini sudah menewaskan 11 orang, dan kemungkinan masih akan bertambah.
Seperti diketahui, ledakan bom terjadi di Surabaya, Ahad (13/5) pagi. Ledakan bom terjadi di tiga gereja yang ada di sana. Tiga gereja yang dimaksud adalah Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jalan Arjuna, dan Gereja Santa Maria di Jalan Ngagel.