Ahad 13 May 2018 20:58 WIB

DPR Optimistis Revisi UU Anti Terorisme Bisa Segera Tuntas

Ketua DPR optimistis revisi UU tentang pemberantasan terorisme bisa segera selesai.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Ketua DPR RI - Bambang Soesatyo
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua DPR RI - Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Bambang Soesatyo optimistis Revisi Undang Undang  Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bisa segera selesai pada masa mendatang. Bambang berharap pemerintah segera sepakat terhadap defisinisi terorisme yang menjadi kendala penyelesaian Revisi UU yang digagas sejak 2016 lalu.

"Jika pemerintah sudah sepakat tentang definisi terorisme, RUU Terorisme bisa dituntaskan pada masa sidang mendatang," ujar Bambang kepada wartawan, Ahad (13/5).

Menurut Bambang, Pansus RUU Anti Terorisme sebenarnya sudah 99 persen siap menyetujui Revisi UU Anti Terorisme sebelum berakhirnya masa sidang DPR lalu. Namun pihak pemerintah kata Bambang, meminta penundaan karena belum adanya kesepakatan terkait definisi terorisme.

"Pemerintah masih menunda karena belum sepakat soal definisi, tapi begitu definisi terorisme terkait motif dan tujuan disepakati, RUU tersebut bisa dituntaskan," ujar Bamsoet, sapaan akrabnya.

Adapun desakan penyelesaian Revisi Undang Undang  Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme kembali mencuat menyusul aksi bom beruntun di Surabaya, Ahad (13/5) hari ini. Diketahui RUU yang digagas sejak 2016 lalu hingga saat ini belum juga rampung.

Sementara, sejumlah poin yang ada dalam Revisi UU Terorisme kali ini diketahui menekankan penguatan fase pencegahan. Selain penguatan dalam fase pencegahan juga mengemuka pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme dan penguatan BNPT.

Untuk pelibatan TNI dalam penanggulangan aksi terorisme, Pansus Terorisme telah bulat menyepakatinya pada Maret 2018 lalu. Pelibatan tersebut tertuang di pasal 43 Revisi Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Final dan aklamasi (pelibatan TNI), tinggal definisi, jadi ini sudah kita putus," ujar Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/3) lalu.

(Baca juga: Masyarakat Diajak Pantau Gerakan Radikal Mulai dari Medsos)

Syafii menilai keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme adalah sebuah keniscayaan. Namun terkait bagaimana pelibatan TNI, Pansus sudah menyepakati lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Presiden.

"Tetapi harus selesai paling lama setahun setelah UU disahkan," ujar Anggota Komisi III DPR tersebut.

Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, ditangkapnya sejumlah terduga teoris beberapa waktu ini mengindikasikan adanya kebangkitan sel terorisme yang selama ini terkesan 'tidur'. Polri merasa kesulitan melakukan tindakan pencegahan karena terbentur Undang-Undang Terorisme yang berlaku saat ini.

Setyo menyatakan, UU Terorisme yang saat ini dipakai bersifat responsif. Artinya, kepolisian baru bisa menangkap terduga teroris saat dia sudah mulai melancarkan aksinya. "Kalau belum bergerak belum bisa ditangkap," kata Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta, Ahad (13/5).

Sehingga, ia berharap RUU untuk Terorisme nomor 15 tahun 2003 diharapkan dapat memberikan kewenangan lebih bagi Polri. Kewenangan yang dimaksud adalah, bila seseorang kedapatan memiliki bukti kuat berafiliasi dengan jaringan teroris tertentu, Polri bisa langsung melakukan penangkapan. Bukan saat pelaku sudah melakukan aksinya.

"Segera tuntaskan dan selesaikan, beri payung hukum pada Polri untuk melakukan upaya represif untuk preventif. Kita bisa menangkap orang yang terduga, kalau sekarang belum bisa," ujar Setyo.

(Baca juga: Polri Ingin UU Terorisme Segera Diselesaikan)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement