Ahad 13 May 2018 20:33 WIB

Masyarakat Diajak Pantau Gerakan Radikal Mulai dari Medsos

Anggota Pansus RUU Anti Terorisme mengajak masyarakat meningkatkan kewaspadaan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto memberikan keterangan pers mengenai penyergapan teroris. di Mabes Polri, Jakarta, Ahad (13/5).
Foto: Republika/Prayogi
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto memberikan keterangan pers mengenai penyergapan teroris. di Mabes Polri, Jakarta, Ahad (13/5).

REPUBLIKA.CO.ID ,JAKARTA -- Anggota Panitia Khusus Revisi Undang-undang Anti Terorisme Risa Mariska mengajak semua elemen masyarakat meningkatkan kewaspadaannya terhadap perilaku teror. Ini menyusul ledakan bom beruntun tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, Ahad (13/5) pagi.

"Tentu kita sangat prihatin dengan kejadian teror yang beruntun ini. Saya meyakini kejadian ini bukan yang terakhir, untuk itu saya mengajak kepada semua elemen masyarakat agar waspada dan melakukan deteksi dini di lingkungan sekitarnya," kata Risa kepada wartawan, Ahad (13/5).

Ia pun meminta masyarakat tak segan melaporkan semua hal-hal yang mencurigakan di sekitarnya. Menurutnya juga, masyarakat perlu memantau gerakan-gerakan radikalisme bahkan mulai di media sosial.

"Karena gerakan radikalisme cukup masif beredar di media sosial, saya ajak masyarakat semua, karena memberantas terorisme bukan hanya tugas Polri-TNI tetapi juga tugas kita bersama," ujar Risa.

Dalam kesempatan itu, Risa juga sempat menyinggung RUU Terorisme yang kini tengah dibahas oleh Pansus Terorisme dengan Pemerintah. Ia memastikan pembahasan RUU Terorisme akan dibahas usai DPR memasuki masa persidangan.

"Kita masih reses, nanti setelah masuk masa sidang akan kita bahas," ujar Risa.

(Baca juga: Polri Ingin UU Terorisme Segera Diselesaikan)

Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, ditangkapnya sejumlah terduga teoris beberapa waktu ini mengindikasikan adanya kebangkitan sel terorisme yang selama ini terkesan 'tidur'. Polri merasa kesulitan melakukan tindakan pencegahan karena terbentur Undang-Undang Terorisme yang berlaku saat ini.

Setyo menyatakan, UU Terorisme yang saat ini dipakai bersifat responsif. Artinya, kepolisian baru bisa menangkap terduga teroris saat dia sudah mulai melancarkan aksinya. "Kalau belum bergerak belum bisa ditangkap," kata Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta, Ahad (13/5).

Sehingga, ia berharap RUU untuk Terorisme nomor 15 tahun 2003 diharapkan dapat memberikan kewenangan lebih bagi Polri. Kewenangan yang dimaksud adalah, bila seseorang kedapatan memiliki bukti kuat berafiliasi dengan jaringan teroris tertentu, Polri bisa langsung melakukan penangkapan. Bukan saat pelaku sudah melakukan aksinya.

"Segera tuntaskan dan selesaikan, beri payung hukum pada Polri untuk melakukan upaya represif untuk preventif. Kita bisa menangkap orang yang terduga, kalau sekarang belum bisa," ujar Setyo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement