Sabtu 12 May 2018 18:03 WIB

Pengamat: Perlu Ada Lapas untuk Deradikalisasi Napi Teroris

Pemerintah juga harus mengetahui apa dasar yang memunculkan terorisme.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi] Lapas Nusakambangan
Foto: Republika/Eko Widiyatno
[Ilustrasi] Lapas Nusakambangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Intelijen Nuning Kertopati menilai perlu ada Lembaga Pemsyarakatan (lapas) untuk narapidana teroris (napiter). Keberadaan lapas khusus narapidana teroris sekaligus untuk melakukan deradikalisasi dan memberikan proses pendidikan kepada mereka. 

Dengan demikian, dia mengatakan, narapidana terotis bukan hanya menjalani masa penahanan, melainkan juga mejauhkan mereka dari masyarakat. "Itulah sebabnya komunikasi yang secara intensif di antara mereka harus dihindari, karena ini akan membuatnya saling bertukar ilmu dan keahlian melakukan teror," kata dia kepada Republika, Sabtu (12/5).

Menurut Nuning, lapas yang terlampau padat juga akan memengaruhi psikologis napiter sehingga mudah menimbulkan gesekan pada emosi mereka. Tak hanya itu, pemerintah juga harus mengetahui apa dasar yang memunculkan terorisme.

"Kita harus juga ketahui embrio terorisme apa, beberapa variable harus diukur,” kata dia.

Dia mengatakan, dasar pemicu tersebut apakah faktor ideologi, ekonomi, politik, pendidikan atau mungkin ada yang lain. “Jadi ibarat dokter mengobati pasien maka obatnya tepat bila tahu pasti penyakitnya," papar dia.

Nuning memandang, harus ada koordinasi yang menyeluruh dalam penanganan terorisme. Koordinasi bukan hanya antara TNI, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Dia mengatakan koordinasi juga harus melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Agama. Bahkan, dia menilai, ara tokoh agama dan tokoh masyarakat juga harus turut aktif menangani persoalan ini.

Dia menambahkan pada prinsipnya, kewaspadaan menjadi sebuah keniscayaan dalam menangani terorisme. Sebab, dia mengatakan, bisa saja bibit terorisme muncul dalam lingkungan. “Secara sistemik bisa merasuki pikiran dan sikap seseorang," kata dia.

Selain itu, menurut Nuning, aspek kemudahan dalam mendanai aksi terorisme juga harus dihentikan. Apalagi fungsi terorisme kini bisa saja digunakan secara masif untuk hadapi Pilpres 2019. 

"Berbagai isu dapat 'digoreng' untuk menghancurkan kredibilitas pemerintah dan aparat keamanan," ujarnya.

Nuning menjelaskan, simpatisan ISIS dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) harus mendapat perawatan khusus dari aparat agar tidak lagi melakukan teror. Perawatan ini bisa berupa aktivitas positif yang diajarkan ke mereka dan juga media literasinya.

"Ini agar bagi mereka yang terkontaminasi melalui dunia maya dapat dihindarkan dari orientasi pemahaman yang salah terhadap agama sehingga dapat mendorong intoleransi dan radikal," jelas dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement