REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan perlunya evaluasi menyeluruh di Rutan Mako Brimob, setelah terjadinya peristiwa 9 Mei 2018 yang mengakibatkan gugurnya sejumlah petugas kepolisian. Dalam insiden itu lima prajurit Polri dan satu napi teroris tewas.
"Dalam hal ini kami mendorong Kepolisian RI, Kemenkumham RI, BNPT, Komnas HAM, Ombudsman RI, Kompolnas, untuk bekerja sama melakukan evaluasi menyeluruh," kata Koordinator Kontras Yati Andriyani, Jumat (11/5).
Kontras menyatakan turut berduka cita kepada para korban yang meninggal dan luka-luka dalam peristiwa di Rumah Tahanan Mako Brimob, pada 9 Mei 2018. Menurut Yati Andriyani, pihaknya sangat menyayangkan kejadian seperti ini bisa terjadi dan memakan korban.
"Peristiwa ini sudah seharusnya menjadi pembelajaran penting, untuk itu harus dipastikan adanya langkah-langkah untuk mencegah keberulangan peristiwa serupa terulang kembali," katanya.
Yati menuturkan, peristiwa ini masih menyisakan pertanyaan besar karena mengingat Rutan Mako Brimob sebagai simbol keamanan dan pengamanan dari penegakan hukum. Ia juga menyoroti Rutan Mako Brimob dijaga oleh petugas terlatih dan memiliki penjagaan yang ketat tetapi dengan mudah dibobol, dirampas senjata dan menjadi target kekerasan.
"Oleh karenanya pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh secara transparan atas peristiwa tersebut. Dalam peristiwa ini penting untuk melihat penyebab peristiwa secara menyeluruh," katanya.
Yati mengemukakan, penyebab peristiwa yang harus dilakukan evaluasi adalah termasuk faktor-faktor yang memberi peluang peristiwa tersebut bisa terjadi, memastikan ada tidaknya unsur-unsur kelalaian, standar prosedur yang diabaikan, sumber daya manusia yang tidak mencukupi, infrastruktur yang tidak memadai, dan tindakan-tindakan lain yang dapat memicu terjadi peristiwa yang tidak diinginkan. Kontras juga mengingatkan bahwa Pemerintah sudah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (UNCAT) melalui UU No 5 Tahun 1998.
"Maka seharusnya semua tempat penahanan bisa diawasi, untuk itu penting dilakukan evaluasi pengelolaan tempat-tempat penahanan. Kontrol dan akses lembaga independen terhadap tata kelola rutan untuk mencegah terjadinya risiko penyalahgunaan, risiko penyiksaan dan lain-lain. Penting untuk memberi penguatan dan dukungan dalam pengelolaan tempat tempat penahanan," kata Yati.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menuturkan, hasil evaluasi yang dilakukan menegaskan Rutan Mako Brimob Kelapa Dua memang tidak seharusnya ditempati narapidana terorisme. "Yang menjadi bagian evaluasi kita memang rutan Brimob ini sebetulnya tidak layak jadi rutan teroris. Kenapa? Ini bukan maximum security," ujar Tito di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Kamis (10/5) petang.