REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dinilai akan meniru model kampanye yang ada dalam Pemilu Malaysia pada 2018. Kemenangan kubu oposisi Pemerintah Malaysia dinilai menjadi angin segar bagi gerakan oposisi Pemerintah Indonesia.
"Dampak pemilu paling signifikan adalah model kampanye. Saya kira kemenangan Mahatir memberi angin segar bagi gerakan oposisi pemerintah di Indonesia," ungkap pengamat internasional dari Universitas Jendral Sudirman, Agus Haryanto, saat dihubungi Republika, Jumat (11/5).
Dia mengatakan, bukan hal yang tak mungkin bila saat ini kubu oposisi Indonesia masih memilih isu yang tepat dalam melawan pemerintah saat ini. Seperti halnya Malaysia, isu korupsi yang melekat pada Perdana Menteri Najib Razak mampu digunakan kubu oposisi menjadi senjata melawan kubu Barisan Nasional.
"Mungkin saja jika oposisi di Indonesia memilih isu yg tepat untuk 'memukul' pemerintah maka bisa jadi elektabilitas akan naik. Dalam kasus Malaysia, isu korupsi sudah kurang lebih dua tahun didengungkan. Saya kira oposisi di Indonesia juga akan mencoba mencari isu yang tepat," ungkapnya.
Sehingga, menurut dia, hal ini menjadi sebuah kesempatan yang baik bagi oposisi pemerintah untuk dimanfaatkan dalam momentum Pemilu 2019 mendatang. Namun, dia juga menekankan, bila kesempatan ini gagal, pemerintah pun tak menutup kemungkinan mampu memenangkan pemilu.
"Jadi, bukan sekadar gerakan ganti presiden saja, tapi masuk pada isu tertentu. Begitu juga sebaliknya jika oposisi gagal menemukan isu yang tepat maka yang akan diuntungkan adalah pemerintah," tuturnya.
Oposisi Pemerintah Malaysia yang dipimpin Mahathir Mohamad memenangkan Pemilu Malaysia 2018. Mereka memenangkan pemilu dengan menggaungkan isu korupsi yang telah melekat pada Barisan Nasional atau kubu koalisi partai terbesar pendukung pemerintah.
Baca: Kemenangan Mengejutkan Mahathir Mohamad.