REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bali, Ni Luh Made Wiratmi mengatakan jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) di Bali tahun ini mencapai 2.300 orang, turun dari 3.000 orang tahun lalu. Masing-masing pemerintah daerah kabupaten/kota memperkuat pengawasan terhadap orang asing lewat peraturan-peraturan daerah.
"Penurunan TKA terjadi karena masing-masing kabupaten dan kota sudah memiliki perda yang dipakai dalam izin mempekerjakan TKA orang asing dan pemungutan nonpajaknya," kata Wiratmi kepada Republika.co.id, Selasa (8/5).
Wiratmi mengatakan Peraturan Presiden RI Nomor 20 Tahun 2018 akan diberlakukan pertengahan tahun ini. Wiratmi mengatakan hal itu diperkuat dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) yang nantinya dituangkan masing-masing kabupaten dan kota.
Perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing di Bali wajib membayar retribusi Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Penerimaan retribusi ini digunakan untuk peningkatan kualitas SDM pekerja lokal supaya bisa bersaing dengan TKA.
"Sudah banyak posisi keahlian dan jabatan tertentu yang dulunya diisi TKA kini diisi tenaga kerja lokal kita di Bali," kata Wiratmi.
Tahun lalu Disnaker ESDM Provinsi Bali menemukan kasus beberapa orang asing yang bekerja di Bali tanpa mengantongi IMTA. Mereka lalu dideportasi imigrasi.
Kebanyakan kasus yang ditemukan adalah penempatan jabatan kerja tidak sesuai aturan yang berlaku. Wiratmi mencontohkan posisi manager hotel, staf pengembangan sumber daya manusia (HRD), bahkan staf keamanan pernah ditemukan diisi orang asing.
Disnaker ESDM Provinsi Bali juga menggandeng lembaga pelatihan dan vokasi untuk menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan saat ini, misalnya pemandu wisata yang ahli berbahasa Mandarin. Ini karena jumlah wisatawan mancanegara (wisman) asal Cina menempati urutan pertama, tetapi tidak diimbangi dengan jumlah pemandu wisata yang piawai berbahasa Mandarin.
"SDM kita di bidang ini perlu disiapkan supaya kejadian seperti unjuk rasa pemandu wisata kemarin tidak terjadi lagi," katanya.
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Denpasar terus memantau dan mengawasi pergerakan TKA di ibu kota Provinsi Bali tersebut. Ini melibatkan tim terpadu, mulai dari pihak Keimigrasian, Kepolisian, Dinas Tenaga Kerja, dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Pengawasan terhadap orang asing sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dituangkan ke dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Surat Keputusan Wali Kota. Jumlah TKA di Kota Denpasar mencapai 530 orang. Kepala Bidang Kewaspadaan dan Penanganan Konflik di Kesbangpol Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Gde Arisudana mengatakan kebanyakan TKA di Denpasar bekerja di bidang pariwisata dan pendidikan.
"Mayoritas mereka adalah guru pengajar," katanya.
Arisudana mengatakan pengawasan terhadap orang asing membutuhkan peran serta masyarakat di seluruh desa dan kelurahan Kota Denpasar. Hal ini dilakukan supaya keberadaan mereka tidak menimbulkan permasalahan kemudian hari.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Provinsi Bali, Ida Bagus Agung Partha Adnyana menerangkan pihaknya berharap peningkatan jumlah wisman di Pulau Dewata disertai dengan penerimaan seimbang dan penerapan etika berwisata. Wisman yang datang ke Bali harus berwisata dengan bertanggung jawab, mematuhi aturan, salah satunya tidak menyalahgunakan izin kunjungan.
"Bali ini destinasi berbudaya, sehingga wisman pun diminta menghormati kelokalan dan lingkungan Bali," katanya.
Data Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Provinsi Bali menunjukkan jumlah Biro Perjalanan Wisata (BPW) Cina di Bali mencapai 60 perusahaan. Praktik ilegal WNA ini, sebut Adnyana perlu diantisipasi sebab tidak hanya terjadi di Bali, tetapi berbagai daerah di Indonesia.