Selasa 08 May 2018 10:07 WIB

Dokter Indonesia Menumpuk di Kota-Kota Besar

Masalah persebaran dokter jadi hal utama

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Esthi Maharani
The 5th Searame International Conference in Conjuction with WFME Meeting di Sheraton Hotel Yogyakarta, Senin (7/5).
Foto: Wahyu Suryana
The 5th Searame International Conference in Conjuction with WFME Meeting di Sheraton Hotel Yogyakarta, Senin (7/5).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- President the South East Asia Regional Association of Medical Education (Searame) Indonesia, Titi Savitri menilai, masalah tenaga kesehatan di tiap-tiap negara memang berbeda. Untuk Indonesia, ia merasa masalah persebaran menjadi yang utama.

Proyeksi Kementerian Kesehatan untuk periode 2005-2025, Indonesia sudah memiliki jumlah tenaga kesehatan dan dokternya yang cukup. Tentunya, kondisi itu terjadi saat semua fakultas kedokteran menghasilkan lulusan setiap tahun.

"Masalahnya ada di distribusi, tenaga kesehatan dan dokter kita banyak menumpuk di kota-kota besar," kata Titi kepada Republika, Senin (7/5).

Terutama, lanjut Titi, di kota-kota besar yang ada di Pulau Jawa. Sementara, masih banyak daerah-daerah pinggiran Jawa apalagi luar Jawa, yang jumlah tenaga kesehatan maupun dokternya sangat kurang.

Padahal, fakultas-fakultas kedokteran yang ada di Indonesia terbilang produktif melulusan tenaga kesehatan maupun dokter. Namun, masalah persebaran yang belum dapat terselesaikan menjadikan mereka menumpuk di kota-kota besar.

"Data Kemenkes, ada 1.700 puskesmas yang tidak ada dokternya, tapi di kota-kota besar, satu puskesmas bisa ada beberapa dokter," ujar Titi.

Masalah sedikit berbeda terjadi di Timor Leste. Ia mengungkapkan, dengan jumlah penduduk yang hanya satu jutaan orang, Timor Leste memiliki jumlah dokter dan tenaga kesehatan yang terbilang sangat banyak.

Serupa, ia menerangkan, Korea Utara memiliki tenaga kesehatan dan dokter dengan jumlah yang terbilang tinggi. Hal ini menyebabkan rasio dokter dengan fakultas kesehatan yang ada terbilang tinggi yaitu 1:500.

"Ada pula negara-negara seperti India, yang punya fakultas kedokteran di atas 400 tapi jadi salah satu pengekspor tenaga dokter, 30 persennya ke luar, akibatnya India, Bangladesh, Srilangka, kekurangan," kata Titi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement