Senin 07 May 2018 22:57 WIB

Soal HTI, Yusril: Pemerintah Bisa Kalah di Mahkamah Agung

Yusril menilai hakim dilema karena mendengar ahli yang semuanya dari pemerintah

Rep: Ali Mansur/ Red: Muhammad Hafil
Massa   HTI melakukan sujud  usai mengikuti  sidang pembacaan putusan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Senin (7/5).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Massa HTI melakukan sujud usai mengikuti sidang pembacaan putusan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Senin (7/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa perkara Gugatan HTI terhadap pembubaran organisasi tersebut belumlah final meskipun ditolak oleh PTUN Jakarta. Sebab menurutnya, masih ada upaya hukum banding dan kasasi sampai putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.

"Sekarang HTI kalah 1-0 lawan pemerintah. Bisa saja nanti pemerintah kalah di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung," ujar Yusril, Senin (7/5).

Ketika putusan HTI dibacakan, Yusril sendiri sedang berada di Solo, Jawa Tengah. Yusril mengatakan memang sulit bagi majelis hakim untuk sepenuhnya bersikap obyektif dalam menyidangkan perkara HTI. Pemerintah tentu akan merasa sangat dipermalukan jika sekiranya keputusan membubarkan HTI dibatalkan oleh pengadilan.

Yusril menambahkan bahwa selama sidang, Pemerintah hanya menghadirkan dua saksi fakta yang tidak menerangkan apa2 tentang kesalahan HTI. Pemerintah malah mendatangkan ahli sebanyak sembilan orang, yang semuanya adalah orang-orang yang terafiliasi dengan Pemerintah seperti Rektor UIN Yogya dan Prof Azyumardi Azra, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

"Keterangan ahli mereka sukar dipertanggung-jawabkan secara akademis karena semua mereka adalah bagian dari pemerintah," tambahnya.

Karena HTI dibubarkan tanggal 19 Juli 2017 dan didasarkan atas Perpu No 1 Tahun 2017 yang terbit tanggal 10 Juli 2017. Maka jika Pemerintah menganggap HTI mengajarkan faham yang bertentangan dengan Pancasila, maka pemerintah harus membuktikan bahwa dalam waktu sembilan hari itu, HTI memang melanggar Pancasila, bukan menggunakan bukti-bukti sebelum berlakunya Perpu. Karena Perpu tidak berlaku surut.

"Sejauh itu, saya menganggap Pemerintah gagal membuktikannya dalam persidangan," kata Yusril.

Namun, jelas Yusril, majelis hakim menilai HTI terbukti menyebarkan ajaran khilafah dan ajaran itu menurut hakim, bertentangan dengan Pancasila. Bahwa penilaian ajaran khilafah itu bertentangan dengan Pancasila, didasarkan pada keterangan ahli yang seluruhnya terafiliasi dengan pemerintah tadi. Lanjutnya, di sinilah dilema hakim yang mengadili perkara ini. Keterangan ahli yang mana yang harus dijadikan pertimbangan hukum.

"Hakim nampak menyampingkan keterangan ahli independen yang diajukan HTI. Kalau demikian, maka ke arah mana putusan hakim, isinya sudah dapat ditebak sedari awal," ungkap Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu.

Sebagai advokat, menurut Yusril, dia tidak kaget dengan putusan hakim yang menolak gugatan HTI itu. Memang berat mengadili perkara yang menyangkut marwah pemerintah di mata rakyatnya. Walau kalah di pengadilan tingkat pertama, dia masih berharap Pengadilan Tingggi Tata Usaha Negara atau Mahkamah Agung akan berani mengambil putusan yang lebih adil dan lebih objektif.

Yusril mengingatkan kelompok masyarakat yang tidak suka kepada HTI agar jangan terlalu gembira dulu dengan putusan PTUN Jakarta. Demikian juga dengan warga HTI jangan bersedih dan putus asa. Perjuangan menegakkan keadilan adalah perjuangan panjang dan berliku. Kita harus menjalaninya dengan kesabaran dan ketegaran tutup Yusril.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement