REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kecewa dengan tertangkapnya YP dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus gratifikasi kepada penyelenggara negara. Reformasi yang telah dilakukannya selama 10 tahun terakhir di Kemenkeu masih belum mampu membasmi makelang anggaran di kementerian tersebut.
Ia menjelaskan, sejak menjadi Menkeu 10 tahun lalu, Sri Mulyani mendengar adanya makelar anggaran sehingga dengan segera berusaha membersihkan Kemenkeu dari praktik-praktik tersebut. Kementerian ini pun melakukan banyak reformasi.
Banyak proses, prosedur diubah menggunakan sistem berbasis IT, secara daring sehingga interaksi dan pertemuan antara kementeran/lembaga, pemerintah daerah atau instansi lain di dalam pengurusan anggaran tidak perlu dilakukan secara perseorangan dan harus hadir bertatap muka.
"Namun ternyata masih ada oknum di Kemenkeu yang melihat adanya suatu kesempatan untuk menjadi makelar anggaran," katanya dalam konferensi pers di Gedung Kemenkeu, Senin (7/5).
YP merupakan pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Perimbangan Keuangan Kemenkeu yang telah dipecat dari jabatannya. Ditjen ini berwenang dan mengelola keuangan negara dari sisi transfer daerah.
Menkeu menjelaskan, jumlah anggaran transfer daerah di dalam APBN itu kira-kira sepertiga dari total belanja negara 2018 yakni Rp 766 triliun.
"Ini adalah suatu anggaran yang luar biasa besar," ujarnya.
YP sendiri menjabat sebagai Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Pada Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Negara. Sebenarnya, dilihat dari nama seksi dan direktoratnya, tidak ada hubungannya dengan pengalokasian anggaran ke daerah.
Penangkapan YP membunyikan alarm yang sangat keras bahwa yang dilakukan YP adalah nyata merupakan suatu praktik makelar anggaran, Kini, Sri Mulyani meminta seluruh jajarannya untuk mengevaluasi sangat serius dan meneliti kembali seluruh prosedur penyusunan dan pelaksanaan APBN dari sisi tata kelola, proses bisnis, hingga tingkah laku pegawai.
Seperti yang dilaporkan KPK, YP menjadi calo anggaran dengan spekulasi akan ada APBN Perubahan 2018.
"Ini berarti sudah ada ritme atau modus yang dilihat bahwa di dalam pengurusan anggaran atau kalau ada APBN-P maka muncullah lahan untuk kemungkinan terjadinya transaksi dan kolusi," kata dia.
Seluruh jajaran Kemenkeu pun diminta untuk terus memperkuat dan meningkatkan transparansi di dalam pengelolaan APBN. Transparansi mulai dari penyusunan awal, pada saat pembahasan trilateral antara Kemenkeu, Bappenas dan K/L dan juga dari sisi penetapan transfer ke daerah baik itu berdasarkan formula maupun proposal.
Bahkan yang berdasarkan proposal, ia melanjutkan, Kemenkeu telah meminta kepada Dirjen Perimbangan Keuangan bahwa tidak lagi dibolehkan adanya pertemuan antara jajaran Kemenkeu dengan daerah. Proposal bisa disampaikan secara daring dan pembahasan bisa dilakukan secara elektronik.
Sementara, kebutuhan apakah proposal tersebut sesuai dengan kepentingan bagi transfer ke daerah dalam rangka membangun daerah bisa dilakukan dan diputuskan secara transparan berdasarkan kriteria yang ada. "Ini adalah sistem yang sekarang saya minta dibangun dan menurut Dirjen Perundangan mulai tahun 2018 ini tidak ada lagi (pertemuan tatap muka; red)," tegas dia.
Untuk diketahui, kini KPK sedang mengidentifikasi lebih lanjut apakah YP bekerja sendiri atau merupakan sel dari suatu organisasi di Kemenkeu maupun di l uar Kemenkeu."Saya harap, kalau dia merupakan satu sel dari satu sistem, diharapkan sistem tersebut dan orang-orang yang terlibat akan bisa segera ditindak," katanya.