REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Bunda Mulia, Silvanus Alvin menjelaskan, langkah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk maju ke Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 akan terganjal Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sudah berulang kali, Mega menyebut Hokowi sebagai petugas partai dan tidak ada jabatan politik apa-apa.
Jadi, ketika ingin berpasangan dengan AHY, Jokowi harus mengantongi restu dari Mega "Sementara, sudah jadi rahasia umum ada hubungan yang belum cair sepenuhnya antara Mega dan SBY sebagai ketua umum Demokrat," tutur Alvin ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (7/5).
Seandainya memang pasangan Jokowi-AHY menang, maka yang lebih diuntungkan adalah AHY serta Demokrat. Mereka seperti dapet golden ticket karena AHY akan berpeluang menjadi capres pada Pilpres 2024.
Selain itu, Demokrat juga akan diuntungkan dengan adanya kader mereka di pucuk pemerintahan. Jika ingin memastikan posisi dalam Pilpres 2019, Alvin menganjurkan AHY untuk terus melakukan pendekatan khusus ke Mega.
Sesekali, anak sulung dari SBY tersebut perlu melakukan sowan dan politik makan siang atau makan malam. "Tentunya, SBY pun harus melunakkan hati Mega jika ingin AHY direstui untuk berpasangan dengan Jokowi," ujarnya.
Di samping itu, AHY juga tidak boleh terlena dengan hasil survei yang menunjukkan tingginya elektabilitas sebagai cawapres dari Jokowi. Alvin menambahkan, hasil jajak pendapat itu sifatnya mudah berubah. Untuk mempertahankannya, menjaga citra AHY tetap kuat merupakan hal esensial termasuk dengan tidak terlibat kasus tertentu di masa krusial ini.
Sebelumnya, survei nasional Indikator Politik Indonesia (Indikator) menunjukan, AHY menduduki posisi teratas sebagai cawapres dari Jokowi di Pilpres 2019. Sebanyak 16,3 persen responden memilih AHY, melampaui nama Anies Baswedan yang dipilih 13 persen responden. Nama lain yang muncul adalah Gatot Nurmantyo dan Sri Mulyani.