Sabtu 05 May 2018 23:09 WIB

KPK Minta Pemerintah Perbaiki Sistem Perencanaan Anggaran

KPK berharap pemerintah membuat sistem perencanaan anggaran yang lebih transparan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Ketua KPK Agus Raharjo memyampaikan pandangannya sat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa(13/2).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua KPK Agus Raharjo memyampaikan pandangannya sat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa(13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupdi (KPK) Agus Rahardjo menyebutkan, operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Jumat (4/5) lalu berkaitan dengan usulan APBN-P 2018. Agus berharap kejadian ini dapat menjadi pelecut bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem perencanaan anggaran.

"Kejadian ini terkait usulan APBN-P. Karena sistemnya masih kurang transparan masih dimungkinkan terjadi lobi, pembicaraan yang tersembunyi," kata Agus dalam konferensi pers yang dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (5/5).

Agus berharap OTT yang menjerat anggota Komisi XI DPR RI Amin Santono itu pun dapat menjadi peringatan bagi pemerintah. Dengan OTT ini pula, ia berharap, pemerintah dapat membuat sistem perencanaan anggaran yang lebih transparan lagi dari sebelumnya.

"Kalau transparan, idealnya kan tidak ada lobi-lobi lagi karena rakyat, pemerintah daerah, tahu dari awal mau menyusun anggarannya. Mereka tepat waktu DAU (dana alokasi umum), DAK (dana alokasi khusus) berapa, bagi hasil berapa," tuturnya.

Dulu, dia mengatakan, saat Joko Widodo melakukan kampanye untuk menjadi presiden dikampanyekan e-planning dan e-budgeting untuk itu. Namun, pada kenyataannya hal tersebut masih terjadi dengan adanya OTT kali ini.

KPK kembali melakukan OTT pada Jumat (4/5) malam di Halim, Jakarta. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan sejumlah aset yang diduga terkait tindak pidana suap dua proyek di Pemerintah Kabupaten Sumedang.

Barang bukti, yakni logam mulia seberat 1,9 kilogram dan uang Rp 1,844 miliar, termasuk Rp 400 juta yang diamankan di lokasi OTT di restoran di Halim Perdanakusumah. Bukti lainnya, yakni uang dalam mata uang asing 63 ribu dolar Singapura dan 12.500 dolar AS.

KPK menetapkan Amin sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap sebesar Rp 400 juta. Uang itu terkait penerimaan hadiah atau janji Dana Perimbangan Keuangan Daerah pada Rancangan APBN-Perubahan 2018.

Selain Amin, KPK juga menetapkan dua orang tersangka penerima lain. Pertama, pihak swasta sebagai perantara, yaitu Eka Kamaluddin, dan Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Jenderal Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo.

Sedangkan pihak pemberi adalah AG (Ahmad Ghiast) selaku swasta atau kontraktor. 

Baca Juga: Demokrat Berhentikan Kadernya yang Terjerat Kasus Dugaan Suap

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement