REPUBLIKA.CO.ID, KUDUS -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengingatkan berpolitik praktis di tempat-tempat ibadah dilarang. Sebab, tindakan itu berpotensi memecah belah umat.
"Undang-Undang yang ada secara tegas mengatakan bahwa rumah ibadah tidak boleh digunakan sebagai tempat berpolitik praktis," ujarnya di sela-sela kunjungannya ke Mubarokfood Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (5/5).
Jika politik praktis dan pragmatis dilakukan di rumah-rumah ibadah, kata dia, berpotensi membelah umat. Sebab, dia mengatakan, umat memiliki perbedaan pandangan karena aspirasi politik praktis umat beragama berbeda-beda, bahkan dalam satu rumah ibadah sekalipun.
Berbeda ketika membicarakan politik dalam pengertian substantif, kata dia, tentunya tidak akan dilarang. "Jangankan di rumah ibadah, di semua tempat wajib memperjuangkannya," ujarnya.
Politik substansif yang dimaksudkan, yakni menegakkan keadilan, memenuhi hak-hak dasar setiap manusia, dan mencegah kemungkaran. Hal itulah, lanjut dia, yang dimaksudkan sebagai politik substantif yang wajib diperjuangkan di manapun umat berada.
Oleh karena itu, kata dia, semua pihak, khususnya elit politik harus jelas ketika mengatakan berpolitik di rumah ibadah itu menjadi kewajiban. "Harus dipertegas yang diperbolehkan politik substansif bukan politik pragmatis," ujarnya.
Terkait sanksi atas pemanfaatan tempat ibadah untuk politik praktis, dia mengatakan, yang berhak merupakan aparat penegakan hukum. Sebab, aturannya sudah tegas kampanye tidak boleh menggunakan tempat ibadah.
Aparat yang berwenang memberikan hukuman, di antaranya terdapat Bawaslu, KPU maupun lainnya. "Kami sebagai Kementerian Agama pendekatannya bukan menghukum karena agama bukan paksaan, melainkan bagaimana agar melakukan dakwah, mengajak dan mengayomi," ujarnya.