REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyebutkan, di Indonesia seharusnya tak ada pemaksaan kehendak dari satu pihak ke pihak lain. Hal itu, diungkapkan Wiranto mengomentari insiden dugaan intimidasi pada kegiatan car free day (CFD) di Jakarta, akhir pekan lalu.
"Harusnya tak ada pemaksaan kehendak dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain," ungkap Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (2/5).
Menurut Wiranto, negara ini memiliki hukum positif. Hukum yang menjamin setiap warga negara dilindungi hak-haknya. Hak setiap warga negara yang tak dapat dipasung ataupun diancam oleh warga negara yang lainnya.
"Pasti nanti ujungnya mengganggu ketertiban. Itu polisi nanti bisa bertindak, tanpa kecenderungan bermain politik, tapi itu soal ketertiban dan keamanan masyarakat," tuturnya.
Pada kegiatan CFD, Ahad (29/4) lalu, sejumlah orang mengenakan kaus bertuliskan #2019GantiPresiden di sekitar Bundaran Hotel Indonesia. Beberapa waktu kemudian, beredar video kegiatan tersebut bertemu dengan kelompok pengguna kaus #DiaSibukKerja.
Baca: Dugaan Intimidasi di CFD, Wakapolri: Polri Juga Ada Keliru.
Dalam video yang beredar, pengguna kaus #2019GantiPresiden tampak mengibas-ngibaskan lembaran uang pada pengguna #kaus DiaSibukKerja dan meneriakan 'dibayar berapa?' Pria pengguna kaus #DiaSibukKerja yang belakangan diketahui bernama Stedi itu pun mengaku tidak dibayar.
Dalam cuplikan video lainnya, seorang ibu pemakai kaus #DiaSibukKerja bersama anaknya yang menangis juga tampak dikerumuni pemakai kaus #2019GantiPresiden, sebelum akhirnya diamankan pula oleh seorang pemakai kaus #2019GantiPresiden. Video tersebut diunggah ke Youtube dengan judul "Tindakan Intimidatif dari Kelompok Ber-Identitas #2019GantiPresiden" oleh akun Jakartanicus.