REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tidak mempersoalkan siapa calon wakil presiden yang bakal mendampingi Prabowo Subianto pada pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Kendati demikian, KSPI tidak memungkiri berharap anggotanya menjadi menteri.
Pengurus Harian DPP Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), yang juga bagian dari KPSI, Didi Johandi, mengatakan dukungan kepada Prabowo memang harus diimbangi dengan implementasi atas kontrak politik. Prabowo menandatangani kontrak politik dengan KSPI, yang diwakili oleh presidennya Said Iqbal, pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day, Selasa (1/5).
Karena itu, Didi mengatakan, KSPI meminta kepada Prabowo apabila terpilih sebagai presiden di 2019 mengangkat Presiden KSPI Said Iqbal sebagai menteri tenaga kerja (menaker). "Kami meyakini kalau menakernya dari kalangan buruh tentu akan lebih mudah untuk memahami apa yang menjadi persoalan para buruh, dan bagaimana jalan keluarnya," ujar dia, Selasa.
Sementara itu, Didi yakin penandatangan kontrak 'Sepuluh Tuntutan Rakyat' bersama KSPI menunjukkan Prabowo memiliki kesungguhan membela dan memperjuangkan nasib buruh. Dengan kesungguhan tersebut, dia optimistis Prabowo akan memilih cawapres yang sejalan dengan komitmen tersebut.
Ia juga yakin tidak mungkin cawapres yang dipilih Prabowo akan mengabaikan kontrak politik tersebut. “Kami tidak permasalahkan siapa cawapres Prabowo selama mereka peduli sama nasib buruh dan berkomitmen membawa kesejahteraan pada buruh," kata dia.
Sebelumnya pada rangkaian peringatan Hari Buruh/May Day yang diselenggarakan oleh KSPI di Istora Senayan, ribuan buruh menyatakan komitmennya mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden 2019. KSPI menilai Prabowo memiliki kesamaan visi memperjuangkan nasib buruh yang saat ini semakin tersingkirkan, terutama dengan munculnya Perpres 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) dan membanjirnya TKA asal Cina.
Baca Juga: Organisasi Buruh Dukung Prabowo, PAN: Apa yang Dipolitisasi?