Senin 30 Apr 2018 11:33 WIB

Temuan Ombudsman Dinilai Jadi Acuan Cabut Perpres TKA

Banyak ditemukan TKA dengan kemampuan terbatas

Rep: Farah Noersativa/ Red: Muhammad Hafil
Komisioner Ombudsman Laode Ida (kanan) bersama Kabaintelkam Polri Komjen Pol Lutfi Lubihanto (kiri) memberi keterangan pers terkait hasil investigasi penyelenggaraan pelayanan publik dalam rangka penempatan dan pengawasan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Jakarta, Kamis (26/4).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Komisioner Ombudsman Laode Ida (kanan) bersama Kabaintelkam Polri Komjen Pol Lutfi Lubihanto (kiri) memberi keterangan pers terkait hasil investigasi penyelenggaraan pelayanan publik dalam rangka penempatan dan pengawasan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Jakarta, Kamis (26/4).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR menyoroti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing. Wakil Ketua BKSAP DPR Rofi' Munawar menilai adanya temuan Ombudsman terkait TKA seharusnya menjadi acuan untuk mencabut Perpres itu.

"Kebijakan Pemerintah terkait TKA selalu menggunakan rumus perbandingan dan kontradiksi dengan negara lain, dari sikap itu kemudian menjadi pijakan bahwa TKA yang ada di Indonesia jauh lebih sedikit dibandingkan TKI yang berkerja diluar negeri," ujatr Rofi, Senin (30/4).

Padahal, lanjut dia, variabel dan faktor-faktor pendukung kebijakan jauh berbeda satu sama lain. Dia juga menegaskan selama ini banyaknya TKI bekerja di luar negeri karena ada beberapa faktor penentu.

"Pertama, secara eksternal karena adanya kebutuhan negara tujuan terhadap tenaga kerja skill terbatas," ujar politikus PKS itu.

Kedua, kata dia, kesempatan kerja secara internal menjadi terbatas di dalam negeri. Hal itu merupakan akibat dari minimnya penciptaan lapangan kerja dan keberpihakan yang kurang dari Pemerintah.

"Buktinya cukup banyak TKA yang ditemukan oleh Ombudsman RI skill terbatas, bahkan buruh kasar," ungkapnya.

Sementara, menurutnya, alasan pemerintah yang memudahkan TKA masuk ke Indonesia untuk mendorong investasi, ia nilai tak sepadan dengan yang terjadi di lapangan.

"Bukti bahwa proses negosiasi pemerintah lemah dan skema investasi yang dilakukan lebih bersifat tertutup. Bahwa investor mengambil seluruh aspek pekerjaan yang ada" ujar Rofi.

Rofi mengatakan, kemudahan yang diberikan Pemerintah terhadap TKA juga tidak diimbangi dengan pengawasan dan penindakan tegas pelanggaran keimigrasian. Ia menyebut hal itu terbukti dengan cukup banyak TKA yang menyalahgunakan izin dan visa diluar batas waktu maupun peruntukannya.

"Jika pelonggaran TKA ini terus dilakukan bersamaan dengan masuknya investasi asing, maka sesungguhnya Pemerintah tidak memilki keberpihakan dan itikad baik tenaga kerja indonesia," tuturnya.

Dalam rangka pengawasan TKA, Ombudsman RI menginvestigasi tenaga kerja dari Cina yang masuk ke Indonesia per hari. Rofi menambahkan, jika dilihat dari nilai investasinya, Cina menempati urutan ketiga sebagai negara dengan investasi terbesar di Indonesia, setelah Singapura dan Jepang.

Menurut Rofi, Ombudsman sendiri telah menemukan beberapa permasalahan. Permasalahan itu seperti, KA yang secara aktif bekerja namun masa berlaku Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) telah habis dan tidak diperpanjang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement