Jumat 27 Apr 2018 16:30 WIB

Pelanggaran di Pilgub Jabar Didominasi ASN yang tidak Netral

Bawaslu Jabar mencatat ada 175 kasus dugaan pelanggaran pilkada.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Warga melaksanakan pemilihan Gubernur Jawa Barat di TPS 24, Perumahan Puri Citayam Permai,Bojonggede, Kabupaten Bogor. Ahad (24/2). (Republika/Musiron)
[ilustrasi] Warga melaksanakan pemilihan Gubernur Jawa Barat di TPS 24, Perumahan Puri Citayam Permai,Bojonggede, Kabupaten Bogor. Ahad (24/2). (Republika/Musiron)

REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat mengungkapkan dugaan pelanggaran di pemilihan Gubernur Jawa Barat 2018 telah mencapai 175 kasus. Pelanggaran didominasi oleh kasus Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala desa yang tidak netral.

"Total pelanggaran di Jabar, 175 dugaan pelanggaran. Semua diproses, yang terbanyak masih pelanggaran soal netralitas ASN dan kepala desa," ujar Koordinator Divisi Hukum Bawaslu Jawa Barat, Yusuf Kurnia kepada wartawan saat acara sosialisasi Panwaslu Kabupaten Bandung kepada perempuan, Jumat (27/4).

Selain itu, menurutnya pelanggaran yang ada menyangkut penggunaan tempat ibadah dan tempat pendidikan untuk kampanye. Padahal, tempat-tempat tersebut dilarang digunakan kampanye. Serta pelanggaran menyangkut politik uang.

Ia menuturkan, beberapa dugaan pelanggaran ASN yang tidak netral dan sudah memperoleh vonis pengadilan seperti politik uang di Kuningan, kepala desa di Karawang. Serta, camat di Kabupaten Cirebon dan yang tengah proses kepala desa di Kabupaten Bandung.

Yusuf mengatakan, tren pelanggaran politisasi birokrasi dari pilkada ke pilkada masih sering terjadi. Oleh karena itu, Bawaslu terus berupaya mencegah hal tersebut dengan mengundang ASN di tingkat provinsi melakukan penandatangan fakta integritas.

"Hanya di bawah (kabupaten/kota) belum semuanya PNS baik kepala desa masih menjadi bagian mesin politik pemenangan kandidat," ungkapnya.

Dirinya mencontohkan, camat di Kabupaten Cirebon yang mengumpulkan para kepala desa dan sekretaris desa untuk memenangkan salah satu pasangan calon. "Itu direkam dan akhirnya diproses oleh Bawaslu. Sekdes itu belum tentu pilihan politiknya sama," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement