Kamis 26 Apr 2018 20:02 WIB

MK Tolak Permohonan Partai Garuda Soal Ambang Batas Parlemen

MK menilai ambang batas parlemen 3,5 persen tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana (kanan) melihat bola nomor urut undian saat acara Pengundian Nomor Urut Peserta Pemilu 2019 di Kantor KPU, Jakarta, Ahad (18/2).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana (kanan) melihat bola nomor urut undian saat acara Pengundian Nomor Urut Peserta Pemilu 2019 di Kantor KPU, Jakarta, Ahad (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima permohonan uji materi Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang diajukan oleh Partai Garuda. Putusan dibacakan pada Kamis (26/4).

"Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis.

Mahkamah dalam pertimbangannya menjelaskan bahwa sebelumnya MK telah memutus perkara UU Pemilu yang menegaskan bahwa ketentuan  atau ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen merupakan kebijakan hukum pembentuk undang-undang sebagai bentuk politik penyederhanaan kepartaian. Aturan itu dinilai tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Meskipun undang-undang yang diuji dalam permohonan a quo berbeda, akan tetapi norma yang diuji secara substansi tidak berbeda dengan norma yang telah dinilai oleh Mahkamah melalui putusan-putusanya. "Khususnya putusan yang berkenaan dengan 'parliamentary threshold' untuk keanggotaan DPR," jelas hakim konstitusi membacakan pertimbanga Mahkamah.

Selain itu, Mahkamah berpendapat alasan-alasan permohonan a quo juga tidak didasarkan pada alasan-alasan konstitusionalitas yang berbeda dengan permohonan-permohonan sebelumnya. Dengan demikian berdasaran peraturan MK Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang Undang, permohonan para pemohon dinilai sama dengan permohonan sebelumnya.

Partai Garuda dalam permohonannya menyebutkan bahwa ketentuan tentang ambang batas bagi partai politik adalah diskriminatif. Menurut pemohon, meskipun partai politik sudah memenuhi kewajiban untuk mendapatkan kursi di DPR, tidak menutup kemungkinan partai politik tersebut memenuhi ambang batas perolehan suara sehingga gagal memperoleh kursi di DPR.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement