Selasa 24 Apr 2018 18:50 WIB

Istana Minta DPR tak Bentuk Pansus Terkait Perpres TKA

Moeldoko mengatakan perpres untuk penyederhanaan izin TKA di Indonesia.

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Ratna Puspita
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) memberikan keterangan pers mengenai Perpres 20/2018 terkait penyederhanaan izin Tenaga Kerja Asing, di kantor KSP, Selasa (24/4).
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) memberikan keterangan pers mengenai Perpres 20/2018 terkait penyederhanaan izin Tenaga Kerja Asing, di kantor KSP, Selasa (24/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak membentuk panitia khusus (pansus) terkait penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Sebab, perpres ini bukan sarana agar tenaga kerja asing (TKA) dapat leluasa datang ke Indonesia, tetapi terkait penyederhanaan izin bagi TKA ketika bekerja di dalam negeri.

Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, pemerintah mulai dari lingkup istana negara hingga kementerian dan lembaga telah gamblang menjelaskan mengenai aturan ini. Pemerintah sudah mempertimbangkan secara matang sebelum diterbitkan.

Dia menambahkan pemerintah telah menekankan Pepres 20/2018 pada kemudahan arus investasi di dalam negeri. Dia menuturkan kemudahan investasi dapat berdampak pada penambahan lapangan pekerjaan bagi pekerja lokal, bukan TKA.

"Jadi mungkin saran saya tidak perlulah ke arah sana (Pansus TKA). Karena penjelasan-penjelasan yang bersifat konsisten dari kementerian dan berbagai pihak tentang TKA cukup memadai," ujar Moeldoko di kantornya usai bertemu Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, Selasa (24/4).

Moeldoko mengatakan, saat ini ada pihak tertentu yang memobiliasi massa terkait dengan penerbitan aturan ini. Ia mengatakan mereka menyebarkan infromasi bahwa perpres tersebut akan memicu kedatangan sekitar 10 juta TKA ke Indonesia. Padahal dalam kenyataannya, dia mengatakan, tidak seperti itu. 

Baca Juga: Beda Pendapat Fadli-Fahri dan Bamsoet Soal Pansus TKA

Moeldoko menerangkan argumentasi yang juga diutarakan pihak pengkritik tersebut bahwa perpres ini menunjukkan pemerintah lebih mementingkan tenaga kerja dari luar dibandingkan tenaga kerja lokal. Termasuk aturan ini seolah-olah pemerintah hanya memikirkan diri sendiri dengan meraup sebanyak mungkin investasi.

Hal lainnya, Moeldoko menyebutkan, para oknum ini pun menyudutkan pemerintah dengan pernyataan bahwa TKA yang akan datang ke Indonesia adalah warga negara Cina. Mereka pun melabeli pemerintah sebagai antek Cina. 

Dia mengatakan hal tersebut tidak mendasar karena sebenarnya TKA yang telah bekerja di Indonesia pun selama ini datang dari berbagai negara. "Ini sungguh menyesatkan," ujar Moeldoko.

Moeldoko menyadari perdebatan mengenai isu TKA dengan kehadiran Perpres 20/2018 memang akan menjadi bola panas yang terus digulirkan berbagai pihak untuk menyerang pemerintah. Memasuki tahun politik, ia mengatakan, isu seperti ini akan dijadikan instrumen dalam memobilisasi masa. 

Dia mengatakan isu TKA ini kemudian diarahkan pada sentimen Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Pada akhirnya, isu ini menjadi landasan membangun opini negatif terhadap pemerintahan Jokowi demi kepentingan praktis pihak tertentu. 

Moeldoko memberikan saran kepada pihak yang menilai bahwa banyak TKA yang bekerja di Indonesia mulai dari buruh kasar hingga jajaran petinggi perusahaan. Dia mengatakan, mereka pun harus bisa melihat bahwa jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI), yang bisa disebut sebagai TKA di berbagai negara lain, sangat banyak. Para TKI ini, Moeldoko menyatakan, tidak dilarang melakukan berbagai aktivitas oleh pemerintah setempat. 

Baca Juga: Moeldoko Siap Pasang Badan Jika Ada yang Ganggu Jokowi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement