Selasa 24 Apr 2018 14:55 WIB

Hakim Cabut Hak Politik Setya Novanto

Setnov sebelumnya dituntut 16 tahun penjara oleh JPU KPK.

Rep: Umar Mukhtar, Amri Amrullah, Antara/ Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/4).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua DPR Setya Novanto (Setnov) divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan KTP elektronik (KTP-el) tahun anggaran 2011-2012. Majelis hakim yang terdiri atas Yanto sebagai ketua majelis hakim dengan anggota majelis Frangki Tambuwun, Emilia Djajasubagja, Anwar, dan Sukartono juga mencabut hak politik terdakwa untuk menduduki jabatan tertentu selama beberapa waktu.

"Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak terpidana menjalani masa pemidanaan," ungkap hakim Yanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/4).

Vonis ini lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut agar Setnov dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan serta membayar uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp 5 miliar subsider tiga tahun penjara. Hakim pun menolak permohonan Setnov sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) seperti dalam tuntutan JPU KPK.

"Karena jaksa penuntut umum menilai tedakwa belum memenuhi syarat untuk dijadikan saksi pelaku yang bekerja sama maka majelis hakim tidak dapat mempertimbangkan permohonan terdakwa," kata hakim Anwar.

Atas putusan itu, Setnov dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir. "Saya akan pikir-pikir dahulu," kata Setnov.

Dalam perkara ini, Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp 2,3 triliun.

Setnov menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte LTd dan Delta Energy Pte Lte yang berada di Singapura, Made Oka Masagung. Sementara itu, jam tangan diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan Direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement