Sabtu 21 Apr 2018 12:25 WIB

Pemerintah Siapkan Perppu Atasi Pernikahan Anak

Makin tinggi perkawinan anak berdampak pada kemiskinan.

 Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mengatasi masalah tingginya angka perkawinan anak di Tanah Air.

"Kami menyiapkan referensi akademik dan ilmiah sehingga nanti bisa muncul Perppu tentang Pernikahan Anak. Itu nanti bisa disodorkan pemerintah kepada DPR," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise usai menghadiri peringatan Hari Kartini di halaman Istana Bogor, Sabtu (21/4).

Yohana menyebutkan akan membuat diskusi publik dalam waktu dekat dengan mengundang semua ormas perempuan, para pakar anak, para tokoh adat dan agama. "Kemungkinan pekan depan, termasuk juga dengan kementerian terkait untuk membicarakan bagaimana kita melihat kajian yang telah dilakukan ormas maupun kementerian terkait sehingga nanti akan muncul referensi akademik atau ilmiah," kata Yohana.

Ia mendorong DPR dapat mengesahkan Perppu tersebut sebagai perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1 dan 2. Ia menyebutkan perlunya Perppu itu juga sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.

"Presiden secara langsung menyatakan hal ini kepada ormas perempuan yang kemarin hadir di Istana Bogor," katanya.

Ia menyebutkan apa saja hal yang akan diatur dalam Perppu itu akan dibicarakan dalam diskusi publik yang akan dilakukan pekan depan. "Nanti kita bicarakan dalam diskusi publik pekan depan dan akan dilihat bagaimana kesepakatannya," katanya.

Menurut dia, yang jelas akan dilihat mengenai perlunya Perppu dan akan dilihat lagi batas minimal usia perkawinan. Ketika ditanya apa alasan mendesak perlunya Perppu itu,  Yohana mengatakan alasannya adalah makin tingginya kasus perkawinan anak yang berdampak pada kemiskinan dan penurunan angka indeks pembangunan manusia (IPM).

"Kasus perkawinan anak banyak terjadi di daerah daerah. Itu menjadi daerah miksin dan banyak sekali anak korban kekerasan di kantong kemiskinan itu," katanya.

Ia menyebutkan daerah daerah yang angka perkawinan anaknya meningkat seperti Sulbar, angka IPM-nya juga menurun.

Hari Kartini

Sementara terkait Hari Kartini, Yohana menyerukan seluruh wanita Indonesia bangkit melihat potensi dan aset diri untuk melanjutkan perjuangan Kartini mengangkat harkat dan martabat perempuan. "Melanjutkan perjuangan Kartini agar dapat berjalan setara dengan kaum laki laki menuju Planet 5050 Tahun 2030," katanya.

Mengenai perjuangan wanita yang mendesak saat ini, Yohana mengatakan paling mendesak adalah mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan.  "Kasus kekerasan terhadap perempuan masih cukup tinggi baik fisik, psikis dan penelantaran terhadap perempuan yang meningkat," kata Yohana.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement