Jumat 20 Apr 2018 18:15 WIB

Kapala Magmagama Paparkan Hasil Temuan Ekspedisi Bromo

Pemerintah diminta mempertegas peraturan pencegahan bencana erupsi gunung api.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Seminar Hasil Magmagama Expedition bertajuk The Secret of Bromo di Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Masa (UGM), Jum'at (20/4).  Kegiatan diisi paparan-paparan sekaligus rekomendasi Kapala Magmagama usai melakukan ekspedisi pada Januari lalu.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Seminar Hasil Magmagama Expedition bertajuk The Secret of Bromo di Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Masa (UGM), Jum'at (20/4). Kegiatan diisi paparan-paparan sekaligus rekomendasi Kapala Magmagama usai melakukan ekspedisi pada Januari lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Keluarga Pecinta Alam (Kapala) Magmagama menggelar Seminar Pemaparan Hasil Magmagama Expedition 2017. Kegiatan itu beragendakan pemaparan hasil-hasil ekspedisi Kapala Magmagama bertajuk The Secret of Bromo yang baru dirampungkan.

Seminar yang berlangsung di Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM) diisi pemaparan temuan tim-tim Magmagama. Paparan turut dihadiri tim-tim Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Ketua Magmagama Expedition, Rahajeng Ardinni Noor mengatakan, ini merupakan hasil ekspedisi Januari lalu yang mengambil data-data lapangan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Fokusnya ada di Gunung Bromo.

Terdapat tiga aspek yang menjadi sudut pandang yaitu geologi, mitigasi bencana, sosial budaya dan geowisata. Ia berharap, Magmagama mampu merangkum kesimpulan dari berbagai aspek tersebut.

"Agar bisa meningkatkan kualitas pariwisata di daerah Bromo, tapi juga tetap memperhatikan batasan-batasan, terutama dari bencana-bencana alam yang mungkin terjadi di daerah tersebut," kata Ardinni kepada Republika, Jum'at (20/4).

Bidang geologi yang dipaparkan Arif Muchlisin menemukan, 144.000 tahun lalu terbentuk Gunung Agrowulan, Lingker, Penanjakan dan Gunung Cemara Lawang yang ada di komplek Bromo. Komplek itu sendiri tadinya sebuah gunung yang sangat besar.

Tidak tanggung-tanggung, gunung itu berketinggian 4.000 meter di atas permukaan laut yang disebut sebagai Gunung Tengger. Akhir periode ini, itu membentuk kawah Agrowulan dengan diamter sekitar tiga kilometer akibat erupsi.

Sosial budaya yang dipaparkan Benno Zola menemukan, Suku Tengger jadi suku pribumi yang memiliki kebudayaan dan adat kental di sana. Kehadiran Suku Tengger itu yang dirasa menjadi salah satu daya tarik wisatawan.

Dari geowisata yang dipaparkan Angga Wahyu melihat, Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru merupakan satu destinasi wisata prioritas di Indonesia. Karenanya, mereka menyarankan geowisata dijadikan alternatif pariwisata yang dikembangkan.

Sedangkan, dari mitigasi bencana yang dipaparkan Pratiwi Putri Gunawan memberikan saran, agar pemerintah mempertegas peraturan terkait pencegahan bencana erupsi gunung api. Pengelola diminta pula memasifkan informasi-informasi yang ada.

Tujuannya, tidak lain agar tidak membingungkan wisatawan baik peraturan maupun peringatan. Terakhir, ia menyarankan agar wisatawan dan amsyarakat dapat mematuhi setiap peraturan yang berlaku.

"Kita tidak dapat menghentikan bencana alam tapi kita dapat mempersenjatai diri dengan pengetahuan, begitu banyak kehidupan yang tidak akan hilang jika ada kesiapsiagaan bencana yang cukup," ujar Tiwi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement