Jumat 20 Apr 2018 17:22 WIB

Polres Banyumas Gerebek Desa Produsen Ciu dan Tuak

Polres Banyumas menyita sebanyak 1.000 liter miras jenis tuak.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Bayu Hermawan
Miras oplosan (ilustrasi).
Foto: danish56.blogspot.com
Miras oplosan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Polres Banyumas menggencarakan pemberantasan minuman keras (Miras) di wilayahnya. Yang menjadi sasaran dalam operasi tersebut diantaranya adalah kalangan perajin Miras jenis tuak dan ciu, yang ada di Desa Cikakak dan Desa Wlahar, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas.

''Dalam operasi semalam, kami menyita sebanyak 1.000 liter miras jenis tuak,'' jelas Kapolres Banyumas AKBP Bambang Yudhantara Salamun, Jumat (20/4).

Sementara dalam operasi sebelumnya, Kapolres menyebutkan, pihaknya juga telah menyita berbagai jenis miras dalam jumlah cukup banyak. Antara lain, miras jenis ciu sebanyak 1.700 liter, tuak 770 liter, dan miras dari berbagai merek sebanyak 3.600 botol. ''Prinsipnya, kita konsisten untuk terus mengintensifkan pemberantasan miras, karena sesuai Perda No 32/2015, di wilayah Banyumas tidak boleh ada peredaran minuman yang memiliki kandungan alkohol,'' katanya.

Namun dari hasil operasi tersebut, Kapolres mengaku pihaknya masih belum melakukan penindakan hukum terhadap para pemilik maupun produsennya. ''Kita baru sebatas melakukan pembinaan. Namun kalau masih saja mengedarkan atau memproduksi miras, kami tak akan segan-segan memproses hukum,'' katanya.

Menurut Kapolres, dari hasil operasi tersebut, pihaknya juga belum mendapatkan adanya produsen yang membuat miras dengan cara mengoplos bahan baku alkohol murni. ''Sejauh ini, ciu atau tuak yang kami sita, merupakan ciu atau tuak yang diproduksi industri rumahan dengan cara fermentasi,'' katanya.

Selama ini, wilayah Desa Cikakak dan Wlahar Kecamatan Wangon, memang dikenal masyarakat Banyumas sebagai desa produsen ciu atau tuak. Namun produksi miras, dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sehingga tidak sembarang orang bisa membeli ciu atau tuak dari perajinnya.

Dalam operasi di dua desa tersebut, Kapolres mengaku ada sekitar 9 orang yang dibina karena memproduksi ciu atau tuak. Dari keterangan mereka, ciu yang diproduksi perajin terdiri dari berbagai jenis dan dijual dengan harga bervariasi.  ''Ada yang dijual Rp 20 ribu per liter, tapi ada juga yang dijual Rp 3 ribu per liter. Tergantung kualitas ciunya,'' jelasnya.

Sebelumnya Wakapolri Komjen Syafruddin menegaskan, peredaran Miras harus bisa dihentikan dan tuntas sebelum bulan suci Ramadhan atau pada Mei mendatang. "Masalah ini (peredaran Miras) jangan berlarut. Sebelum memasuki Ramadhan masalah harus selesai," ujarnya, Kamis (19/4).

Wakapolri mengungkapkan korban tewas akibat miras di Indonesia mencapai 112 orang dengan yang terbanyak di Jawa Barat. Selain itu, masalah miras oplosan yang menjadi pembahasan dalam satu bulan terakhir telah menjadi opini publik dan memakan banyak korban.

"Saya tekankan dan perintahkan seluruh jajaran polri bahwa masalah miras oplosan harus dihentikan karena sangat berbahaya dan mempengaruhi dan merugikan masyarakat," ungkapnya.

Dirinya mengimbau semua yang terlibat termasuk stakeholder antar kementerian dan lembaga bersama dengan polri bahu membahu menangani permasalahan miras. Sebab, untuk menyelesaikan dan menghentikan miras tidak bisa dilakukan hanya polri karena menyangkut regulasi masalah perizinan dan sebagainya.

"Polri, pemerintah daerah, gubernur kemudian kementerian, Badan POM, TNI dan semua stakeholder lain harus melakukan kerjasama," katanya.

Dirinya mengapresiasi kerja Kapolda Jawa Barat dan pemerintah daerah serta TNI dan ulama yang bersatu padu sehingga pelaku utama bisa ditangkap dan menyita banyak miras.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement