Jumat 20 Apr 2018 16:46 WIB

ERP Diberlakukan Setelah MRT Beroperasi

Syarat pemberlakuan ERP di antaranya pilihan lebih dari satu transportasi publik.

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Yudha Manggala P Putra
 Petugas dinas perhubungan mengatur kendaraan yang melintas saat  uji coba mesin electronic road pricing (ERP) di Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/9). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Petugas dinas perhubungan mengatur kendaraan yang melintas saat uji coba mesin electronic road pricing (ERP) di Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/9). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberlakuan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) di Sudirman-Thamrin dilakukan setelah beroperasinya mass rapid transit (MRT) fase pertama Lebak Bulus-Bundaran HI. Hal itu untuk memastikan adanya beberapa opsi bagi masyarakat dalam menggunakan transportasi publik.

Wakil Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Sigit Widjatmoko mengatakan, ada syarat tertentu yang harus dipenuhi jika ERP diberlakukan. Salah satu syarat adalah memberikan pilihan lebih dari satu transportasi publik di jalur yang akan diterapkan jalan berbayar elektronik.

"Makanya target kita yang mass rapid transit itulah menjadi tolak ukur kapan harus dieksekusinya (ERP). Jangan cuma satu layanan angkutan," kata dia di Balai Kota, Jumat (20/4).

MRT ditargetkan akan beroperasi pada Maret 2019. Sementara peraturan daerah (perda) terkait detail pengaturan ERP ditargetkan rampung akhir tahun. Sigit mengatakan, naskah akademik rancangan perda telah rampung dan rencananya Juli 2018 akan dibahas di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI.

"Target kita adalah Desember 2018, kita menyelesaikan yang namanya Perda Sistem Jalan Berbayar Elektronik," ujar dia.

ERP sebelumnya diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang transportasi. Namun, di dalamnya tak mengatur secara spesifik mengenai ERP. Sehingga perda khusus untuk sistem ERP dinilai diperlukan.

Sigit mengatakan, pelaksanaan proyek ERP sampai saat ini masih dalam proses lelang dengan payung hukum Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 25 Tahun 2017. Ia mengklaim tak ada kendala dalam proses lelang sejauh ini. Lelang ditargetkan selesai pada Oktober 2018 dengan ditandai penandatanganan kontrak.

"Target kami di 25 Oktober 2018 ini, sudah bisa tanda tangan kontrak siapa pelaksana pembangunan jalan berbayar elektronik di Provinsi DKI Jakarta," kata dia.

Terkait tarif ERP yang akan diterapkan, Sigit enggan berbicara banyak. Soal tarif dan hal teknis lainnya, akan dibahas oleh pengelola sistem jalan berbayar elektronik yang sudah ada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Ia hanya memastikan, tarif yang ditetapkan harus bisa memastikan operasional sistem jalan berbayar sesuai Perda Nomor 5 Tahun 2014.

"Kisaran ini masih dipertimbangkan. Yang kedua, memastikan pengembalian investasi karena memang selama proses pembangunannya tidak ada penggunaan APBD," katanya.

Terkait rekomendasi KPPU yang menyarankan agar kata 'telah' diubah menjadi 'dapat' dalam pergub, Sigit menilai hal tersebut hanya bersifat saran. Ia mengisyaratkan Dishubtrans bisa tidak mengikuti saran tersebut. "Tidak ada permintaan perubahan pergub di surat KPPU, mereka hanya menyarankan," ujar Sigit.

KPPU sebelumnya menyarankan agar Pemprov DKI mengkaji kembali pergub dan tak mengarahkan penggunaan teknologi untuk ERP pada produk tertentu. Hal ini bertujuan untuk membuka peluang bagi teknologi lain bisa masuk mengikuti proses lelang.

Upaya mengarahkan tender pada satu produk tertentu dinilai KPPU menjadi rentan terhadap kemunginan terjadinya persekongkolan. Hal ini rawan terjadi pelanggaran hukum.

Dalam Pergub Nomor 25 Tahun 2017, beleid pasal 15 berbunyi 'Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, perangkat pengendalian lalu lintas dengan pembatasan kendaraan bermotor melalui Sistem Jalan Berbayar Elektronik paling sedikit harus memenuhi kriteria telah digunakan dalam pengendalian lalu lintas melalui Sistem Jalan Berbayar Elektronik pada ruas jalan, koridor atau kawasan area perkotaan di dunia'.

Kata 'telah' inilah yang dipersoalkan KPPU karena berpotensi membatasi peluang adanya teknologi baru dari peserta lelang lain. KPPU menyarankan agar kata 'telah' tersebut diubah menjadi 'dapat'

Namun, Dishubtrans enggan 'berjudi' alias mengambil risiko untuk menggunakan teknologi yang belum teruji. Selain itu, dalam ruang lingkup pengaturan barang dan jasa, kemampuan dan pengalaman penyedia menjadi satu penilaian yang harus dipenuhi dalam proses lelang.

Kepala Dishubtrans Andri Yansyah sebelumnya mengatakan tak akan mengubah aturan terkait pelaksanaan ERP. Ia menilai, teknologi ERP yang akan digunakan di Sudirman-Thamrin harus sudah teruji dan telah dipakai di negara lain. Ia tak ingin coba-coba terkait pelaksanaan proyek ERP ini.

"Kenapa kami tidak mau? Karena ini menyangkut, kita mengambil uang rakyat. Kalau kita mengambil uang rakyat pakai teknologi yang abal-abal, mati kita," kata dia.

Andri mengklaim sampai saat ini proses tender ERP terus berjalan. Dishubtrans akan melakukan dua kali tender terbuka. Pemenang akan diumumkan bulan Oktober. Setelah pemenang diumumkan, proses pembangunan fasilitas ERP akan dimulai di bulan yang sama. Pembangunan akan dilakukan dalam dua tahap dan memerlukan waktu 10 bulan hingga setahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement