REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi PDIP, Maruarar Sirait, mengatakan Pemilu 2019 sebaiknya tidak hanya diikuti satu pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) saja. Pihaknya tetap berharap Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, bisa maju sebagai capres dalam pemilu mendatang.
"Kami doakan Prabowo maju (sebagai capres). Sebab tidak bagus juga jika demokrasi tetapi hanya ada satu pasangan capres-cawapres (dalam pemilu). Jangan sampai ada satu calon saja," ujar Maruarar dalam pemaparan hasil survei oleh Cyrus Network, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/4).
Ia menegaskan, tidak akan ada pilihan bagi rakyat jika pemilu mendatang hanya diikuti satu pasangan capres-cawapres. "Dan kami tidak mau pemerintah otoriter," katanya.
Sementara itu, menanggapi hasil survei yang masih mengunggulkan Jokowi, ia menyatakan hal itu diperkuat oleh posisi politiknya yang kuat dan tetap santun. Secara dukungan parpol, posisi presiden pejawat tersebut juga dianggapnya masih baik.
Menurut Maruarar, saat ini ada enam parpol yang masih solid mendukung Jokowi, yakni PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, Hanura dan PSI. "Hubungan dengan pihak lain, yakni tokoh agama, ormas, kepemudaan dan sebagainya juga baik,'' tambahnya.
Sebelumnya, Direktur lembaga survei Cyrus Network, Eko David Afianto, mengatakan hanya Prabowo Subianto yang masih menjadi lawan terkuat Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2019. Elektabilitas Jokowi masih di atas 70 persen jika berhadapan dengan nama-nama lain selain Prabowo.
Hal tersebut diungkapkan Eko dalam pemaparan hasil survei Cyrus Network Kamis. "Dalam benak publik, berdasarkan kategori top of mind,sejauh ini hanya ada dua nama capres yang mengemuka, yakni Jokowi dan Prabowo. Selisih elektabilitas antara Jokowi dan Prabowo memang cukup jauh," ujar Eko.
Dia menjelaskan, pada simulasi 22 nama capres, elektabilitas Jokowi mencapai 56 persen, sedangkan Prabowo mendapat dukungan publik sebanyak 22 persen. Posisi ketiga ditempati oleh Gatot Nurmantyo dengan persentase elektabilitas sekitar tiga persen.
"Ketika survei kemudian dikerucutkan menjadi 15 nama, hasilnya tetap sama, yakni Jokowi dan Prabowo masih menempati tempat teratas. Hal serupa juga berlaku ketika survei dikerucutkan menjadi hanya lima nama capres saja. Jokowi tetap unggul, kemudian diikuti oleh Prabowo dengan persentase yang hanya mengalami sedikit perubahan. Memang ada nama-nama capres potensial lain, tetapi elektabilitasnya tetap berkisar antara tiga persen atau kurang dari tiga persen," jelas Eko.