REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi V DPR RI meminta aparat penegak hukum segera menginvestigasi ambruknya Jembatan Widang di perbatasan Kabupaten Lamongan dan Tuban, Jawa Timur.
"Aparat penegak hukum harus melakukan investigasi, siapa yang bersalah dan siapa yang melakukan kelalaian. Kalau tidak ada perawatan jembatan selama ini dan lalai, harus segera ditindak," kata Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo, di Jakarta, Rabu (18/4).
Menurut dia, Komisi V DPR RI menyesalkan musibah ambruknya Jembatan Widang yang menghubungkan Lamongan-Tuban, tepatnya di jalur Babat-Widang. Runtuhnya jembatan tersebut menewaskan sedikitnya dua pengguna jalan.
Komisi yang membidangi infrastruktur itu menilai penyelenggara jalan bisa dipidana karena tidak segera memperbaiki jembatan peninggalan Belanda tersebut.
"Kami prihatin dengan musibah ini. Terlebih ada korban jiwa. Seharusnya jembatan ini sudah diperbaiki atau diganti karena sudah tua dan sudah berulang kali rusak. Ini kali kedua ambruk. Kami menduga ada kelalaian dan bisa dipidana sesuai dengan UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)," kata anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI itu.
Baca juga, Jembatan Tuban-Lampongan Ambruk, Dua Orang Tewas.
Dia menjelaskan, hal tersebut berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan (LLAJ) pada Pasal 275 Ayat 3. Setiap penyelenggara jalan yang tidak segera memperbaiki jalan rusak sehingga menimbulkan korban jiwa dapat dikenakan sanksi penjara paling lama lima tahun atau denda Rp120 juta.
Jembatan Widang yang menghubungkan Kabupaten Lamongan dan Tuban, Jawa Timur, ambruk pada Selasa (17/4) sekitar pukul 10.30 WIB.
Jembatan yang melintang di atas Sungai Bengawan Solo, Desa Ngadipuro, Widang, Tuban, dan Babat, Kabupaten Lamongan, itu dibuat oleh Belanda untuk sarana penyeberangan.
Untuk menghindari musibah serupa, Sigit meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) segera merehabilitasi jembatan tua yang berada di jalur pantura.
Menurut Sigit, hasil audit teknis Kementerian PUPR pada 2012 adalah sebanyak 158 jembatan lainnya di jalur pantai utara Jawa memerlukan rehabilitasi.
"Hasil audit teknis PUPR tahun 2012, sekitar 158 jembatan membutuhkan perbaikan dan empat jembatan yang kondisinya kritis memerlukan perkuatan dan penggantian. Seharusnya hasil audit teknis ini sudah ditindaklanjuti oleh PUPR," kata Sigit.
Dari hasil evaluasi teknis Kementerian PUPR, katanya, kerusakan jembatan di Jalur pantura umumnya karena kelebihan beban aktual (overloading) yang melebihi batas izin dalam Cummulative Equivalent Standard Axle (CESA), campuran aspal yang kurang baik pada lapis atas, dan akibat 70 persen kendaraan besar terkonsentrasi pada lajur cepat.
"Selain overload, kerusakan jembatan di pantura akibat kualitas konstruksi, pemeliharaan, dan faktor desain. Hal ini mengindikasikan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan," katanya.
Untuk itu, Sigit meminta Kementerian PUPR mengawasi secara ketat pengerjaan semua proyek infrastruktur, khususnya jembatan. Selain itu, dia juga meminta adanya perbaikan mutu aspal dan campuran hotmix serta menggunakan umur rencana 10 tahun atau lebih dengan beban aktual.