REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur meminta tokoh agama di daerah ini untuk membantu mengatasi persoalan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mencari pekerjaan di negera orang dengan cara-cara ilegal. Selain itu, para orang tua juga harus ikut menjaga anak-anak mereka dan tidak terbuai dengan iming-iming dari oknum-oknum yang bekerja merekrut tenaga kerja di desa-desa.
Demikian imbauan dari Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nusa Tenggara Timur Bruno Kupok di Kupang, Rabu, terkait dengan masih maraknya TKI ilegal asal NTT. "Pemerintah NTT minta supaya tokoh agama dan orang tua ikut berperan aktif di dalam mencegah TKI ilegal sehingga tidak sekadar menuduh pemerintah kalau ada TKI yang meninggal," katanya.
Menurut dia, tokoh agama bisa memanfaatkan waktu satu atau dua menit di mimbar untuk menyampaikan pesan kepada umat bahwa kalau ingin bekerja ke luar negeri harus melalui jalur yang benar. "Jangan menggunakan jalur tidak resmi karena sangat berisiko jika disebut sebagai pendatang haram, karena memasuki wilayah suatu negara tidak melalui prosedur resmi," katanya.
Menurut Bruno, pesan dari mimbar gereja atau masjid sudah cukup sehingga anak-anak muda dan juga orang tua bisa tahu bahwa kalau pergi ke luar negeri secara ilegal itu salah. Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah melakukan sosialisasi langsung ke daerah-daerah yang menjadi kantong TKI yang tersebar di provinsi berbasis kepulauan itu.
"Jadi, sudah saatnya kita tidak perlu bicara di forum-forum seminar, tetapi langsung ke desa-desa karena calon TKI tidak ada yang mendengar apa yang disampaikan di forum seminar tersebut," katanya menegaskan.
100 ribu orang
Dia menambahkan, saat ini jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Timur yang mencari pekerjaan secara ilegal di luar negeri mencapai sekitar 100 ribu orang. Dari jumlah tersebut, lebih dari 50 ribu orang di antaranya bekerja di negeri jiran Malaysia dan sisanya tersebar di beberapa negara, seperti Hong Kong dan Singapura.
Menurut dia, perkirakan angka sekitar 100 ribu ini sesuai dengan hasil koordinasi dengan Konsulat Jenderal RI di Johor Bharu, Malaysia, beserta instansi terkait beberapa waktu lalu. Dalam rapat koordinasi tersebut, terungkap bahwa setengah dari 2,3 juta TKI yang mengaduh nasib di sejumlah negara tetangga sebagai perantau berstatus ilegal.
Khusus untuk Malaysia, kata Bruno, jumlah TKI ilegal yang ada di negeri jiran itu mencapai sekitar 800-900 orang dan 50 ribu di antaranya berasal dari Nusa Tenggara Timur. "Bisa juga lebih banyak lagi karena kantong-kantong TKI di Indonesia ini hanya dari beberapa provinsi dan salah satunya adalah NTT," ujar Bruno.