Senin 16 Apr 2018 17:20 WIB

Pengamat: Integrasi Angkutan Umum Sangat Penting

Integrasi meningkatkan kenyamanan serta mengurangi kemacetan.

Bus Transjakarta melintas didepan Halte Transjakarta Benhil, Jakarta, Sabtu (6/1).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Bus Transjakarta melintas didepan Halte Transjakarta Benhil, Jakarta, Sabtu (6/1).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan pentingnya angkutan umum untuk saling terintegrasi. Hal itu meningkatkan kenyamanan, mengurangi waktu dan biaya perjalanan, serta mengurangi kemacetan.

 "Integrasi itu hal yang sangat penting dalam dunia transportasi. Memang sulit diwujudkan tetapi harus diupayakan terus," kata Djoko saat dihubungi, Senin.

Djoko mengingatkan ketersediaan fasilitas transportasi umum yang  aman, nyaman dan terjangkau mutlak diselenggarakan pemerintah apalagi dengan adanya program pembatasan kendaraan pribadi melalui kebijakan nopol ganjil-genap.

Djoko mengatakan, transportasi umum dibuat untuk  memenuhi kebutuhan mobilitas warga yang semakin meningkat. Dalam menghadirkan angkutan umum juga harus disertai program penyediaan fasilitas pejalan kaki dan pesepeda, apalagi  pengguna transportasi umum merupakan pejalan kaki.

"Kebijakan atau strategi push and pull dapat diterapkan ke setiap jenis ukuran kota," ujar dia.

Untuk kategori kota metropolitan, kebijakan pull yang bisa diterapkan berupa integrasi angkutan umum multi moda (commuter rail, MRT, LRT, BRT, Non BRT) dengan IT, penyediaan feeder, shuttle bus, car pooling, informasi perjalanan (IT bases), non motorized transport (sepeda, jalan kaki).

Sementara kebijakan push yang bisa diterapkan berupa pembatasan kendaraan bermotor (ganjil genap, jalur pelarangan sepeda motor), jalan berbayar (ERP), HOV (high occupancy vehicle) priority lanes (3 in 1), pembatasan kepemilikan kendaraan, manajemen parkir, area traffic management.

Kota besar yang berpenduduk kisaran 500 ribu - 1 juta jiwa, kebijakan pull yang diterapkan berupa integrasi angkutan umum (dengan infrastruktur), penyediaan feeder/shuttle buses, car pooling, informasi perjalanan (IT based), non motorized transport (sepeda dan pejalan kaki).

Kebijakan push berupa pembatasan kendaraan bermotor, HOV priority lanes, active traffic management, manajemen parkir. Kota sedang (100 ribu - 500 ribu jiwa) ada kebijakan pull yang bisa diterapkan, yaitu peningkatan pelayanan angkutan umum, penyediaan informasi perjalanan, non motorized transport (sepeda dan pejalan kaki).

Kebijakan push berupa area traffic management dan manajemen parkir. Kota-kota kecil yang berpenduduk kurang dari 100 ribu jiwa dapat menerapkan kebijakan pull berupa penyediaan informasi perjalanan dsn non motorized transport (sepeda dan jalan kaki). Traffic management cukup dilakukan untuk kota kecil untuk kebijakan push.

Menurut Djoko, selama ini transportasi umum belum menjadi isu politik, namun  baru sekedar alat politik,  sehingga belum menjadi kebijakan masif hingga ke daerah.

Kementerian Perhubungan dapat bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk  memasyarakatkan program penataan transportasi umum ke kepala daerah, ujar Djoko.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement