REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Proses evakuasi terhadap anak harimau sumatra yang terperangkap dalam kerangkeng di Palupuah, Agam, Sumatra Barat sejak Sabtu (14/4) kemarin, ditunda. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Kota Bukittinggi mempertimbangkan kondisi kesehatan anak harimau berusia dua tahun tersebut, dan memilih menunggu terperangkapnya individu harimau lain yang diperkirakan masih berkeliaran di kawasan Palupuah, Agam.
Kepala BKSDA Sumbar, Erly Sukrismanto, menjelaskan bahwa evakuasi anak harimau sumatra saat ini dikhawatirkan akan meningkatkan agresivitas inidividu harimau lainnya yang masih berkeliaran. Kondisi ini tentunya justru akan membahayakan warga dan mengancam ternak warga yang masih hidup. Apalagi sebelum dipasang perangkap, sejumlah hewan ternak milik warga dilaporkan menjadi korban keganasan harimau.
Per Ahad (15/4), dua kerangkeng kembali dipasang sebagai perangkap dua individu harimau lain. Keberadaan anak harimau sumatra yang lebih dulu terperangkap diharapkan bisa memudahkan dua ekor harimau lain masuk ke dalam kerangkeng yang dipasang.
"Kata tim dokter, harimau yang tertangkap ini dalam kondisi sehat dan dapat bertahan dua-tiga hari ke depan," kata Erly, Ahad (15/4).
BKSDA, lanjut Erly, juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan kepolisian untuk mensterilkan kawasan di sekitar perangkap yang dipasang. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesehatan anak harimau yang sudah tertangkap dan memudahkan individu harimau lainnya untuk mendekati perangkap.
"Supaya tidak membuat harimaunya stres dan dapat memancing yang dua ekor lagi," katanya.
Bila dalam dua hari ke depan tidak ditemukan tangkapan baru, BKSDA akan mengevakuasi anak harimau sumatra yang tertangkap lebih dulu. BKSDA menyediakan dua opsi tujuan evakuasi, yakni Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan ( TMSBK) di Kota Bukittinggi dan hutan konservasi milik PT TKA di Solok Selatan. Keputusan evakuasi, lanjut Erly, menunggu perkembangan dua perangkap yang dipasang per hari ini.
Kepala Seksi Wilayah I BKSDA Sumatera Barat, Khairi Ramadhan menambahkan, pemasangan perangkap sebetulnya merupakan opsi terakhir yang dilakukan BKSDA Sumbar. Langkah ini dilakukan menyusul semakin banyaknya laporan warga atas kematian ternak di sekitaran Palupuah, Agam. BKSDA, lanjut Khairi, sudah mengupayakan langkah pengusiran namun hasilnya tidak optimal. Laporan kematian ternak kembali masuk dan harimau terpantau masih berkeliaran wilayah yang sama.