Ahad 15 Apr 2018 15:04 WIB

Cawapres Jokowi dari Santri Antisipasi Politik Identitas

Prinsipnya memang koalisi kita polanya sejak dulu ada irisan Islam nasionalis

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Budi Raharjo
Sejumlah relawan Golkar Jokowi (GoJo) mengikuti kegiatan pengukuhan untuk mendukung Presiden Joko Widodo.
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Sejumlah relawan Golkar Jokowi (GoJo) mengikuti kegiatan pengukuhan untuk mendukung Presiden Joko Widodo.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Joko Widodo kembali mendapat rekomendasi agar calon wakil presiden yang akan mendampinginya di Pemilihan Presiden 2019 berasal dari kalangan santri. Kali ini rekomendasi mengemuka dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama sekaligus peringatan rangka hari lahir PPP ke-45.

Dalam rekomendasi yang dibacakan oleh Ketua Umum PPP Romahurmuzy di hadapan Jokowi tersebut, salah satunya merekomendasikan agar Jokowi memilih cawapres dari kalangan santri, berasal dari generasi muda. Rekomendasi agar Jokowi memilih kalangan santri ini pun bukan pertama kalinya, dan pernah disarankan oleh beberapa pihak sebelumnya.

Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai sejumlah alasan mengapa nama kalangan santri selalu diusulkan sebagai cawapres Jokowi. Menurutnya, itu bagian antisipasi adanya politik identitas di Pilpres 2019.

"Karena memang ada dugaan menguatnya politik identitas yang berbasis keagamaan pasca Pilkada DKI," ujar Adi saat dihubungi wartawan, Ahad (15/4).

Menurutnya, cawapres Jokowi dari kalangan santri dapat mengimbangi Jokowi yang berasal dari nasionalis. Tak hanya itu, pola koalisi politik di Tanah Air itu juga memang kerap memadukan pola nasionalis-islam, sipil-militer, dan Jawa dengan non-Jawa guna memenangkan pasangan calon. "Tapi prinsipnya memang koalisi kita polanya sejak dulu ada irisan islam nasionalis," ujar Adi.

Namun demikian hal itu tidak harus terjadi jika calon presiden baik pejawat maupun nonpejawat telah memiliki elektabilitas tinggi di atas 60 persen. Ia mencontohkan saat Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono yang menggandeng Budiono sebagai capresnya.

Padahal dari irisan kriteria tersebut, Budiono tidak memiliki irisan dari kalangan agamis maupun non-Jawa. Namun ia mengakui elektabilitas SBY menuju periode keduanya sangat tinggi, begitu juga tingkat kepuasan publik.

"Karena elektabilitas SBY cukup tinggi maka cukup menggandeng temen mainnya saja istilahnya. Irisan itu menjadi nggak relevan selama dengan satu catatan pejawat elektabilitasnya pada posisi tahap aman," ungkap Adi.

Meski demikian, terkait hal itu tentu ditentukan oleh Jokowi sendiri dengan melihat elektabilitas dan tingkat kepuasaan publik kepada Jokowi saat ini jika ingin meraih kemenangan. Namun dengan tujuan keseimbangan, maka irisan-irisan tersebut perlu untuk dipertimbangkan.

"Kalau sebatas bicara kemenangan itu menjadi tidak penting tapi kalau bicara soal keseimbangan politik tentu seperti non jawa ini perlu diperhatikan, tapi kembali bagaimana Pak Jokowi, dia mau menang saja atau menjaga keseimbangan," ungkap Adi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement