REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Lakpesdam PWNU DKI Jakarta, Luthfi Syarqowi, mengatakan wacana terbentuknya undang-undang yang melarang minuman beralkohol atau minuman keras dikhawatirkan memicu konflik antar agama dan budaya. Karena itu, dia mendorong agar pemerintah membuat aturan yang ketat saja terkait peredaran minuman haram tersebut.
"Minumam alkohol tidak mungkin dilarang untuk di Indonesia, karena sudah menjadi bagian atau tradisi untuk umat dan budaya yang lainnya," kata Luthfi dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id.
Kendati demikian, kata Luthfi, akan lebih baik jika pemerintah membuat aturan-aturan yang ketat terkait penjualan dan penyalahgunaan munuman beralkohol. Selain itu, pemerintah juga bisa menggalakkan edukasi agar generasi muda tidak menyalahgunakan minol.
"Pengendalian terhadap penyalahgunaan minol itu bisa melalui edukasi dini untuk anak muda dan remaja," katanya.
Rancangan Undang-Undang (RUU) minuman beralkohol (minol) yang telah bergulir dari tahun 2015 lalu masih menjadi pembahasan yang cukup panjang dan alot oleh DPR RI. Salah satunya karena dalam penentuan judul RUU tersebut masih mempunyai dua alternatif, yaitu RUU Larangan Minuman Beralkohol dan RUU Minuman Beralkohol.
Selain itu, jika ditinjau dari aspek pendapatan negar dari cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA), hingga saat ini masih menyumbang pemasukan untuk negara yang cukup besar. Berdasarjan data yang ditunjukkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementeria Keuangan, capaian penerimaan Negara dari cukai MMEA pada tahun 2017 mencapai Rp 5,6 triliun.