REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IX DPR RI memberi waktu 45 hari untuk Satgas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai teknologi kesehatan terhadap metode Digital Substraction Angiogram (DSA) atau terapi cuci otak yang dikembangkan Mayjen TNI dr. Terawan Agus Putranto.
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf mengatakan pembentukan satgas tersebut merupakan kesepakatan bersama dengan Kemenkes RI. "Ya tenggatnya 45 hari, tadi mereka (Kemenkes) minta waktu, dan satuan tugasnya terhitung hari ini," kata dia di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI, Rabu (11/4).
Dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Komisi IX DPR RI mendesak Kemenkes, KKI, dan IDI memberi penjelasan terkait keamanan metode Digital Substraction Angiogram (DSA) kepada publik. Salah satu tujuannya, yakni meredam keresahan di masyarakat.
Dede menyebut, waktu 45 hari bukanlah tenggat lama. Sebab, menurut dia, proses penelitian harus mengantongi cukup data dari berbagai sumber untuk menghasilkan kesimpulan akurat.
"Melakukan penelitian tentu tidak mudah, kan harus mendapatkan informasi-informasi baik dari pasien dan dari sumber lainnya," ujar dia.
Dengan demikian, politikus Partai Demokrat itu menyebut hasil penilaian teknologi kesehatan cuci otak tidak bisa diperoleh secara cepat. "Jadi enggak bisa besok langsung diputuskan, enggak bisa," ujar Dede.
Ketua Umum PB IDI Ilham Oetama Marsis menyesalkan adanya surat keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang bersifat internal dan rahasia di publik. Sebab, hal itu menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.