Rabu 11 Apr 2018 18:27 WIB

KPK Diperintah Tetapkan Boediono Tersangka, MA: Ini Baru

Abdullah mengatakan, proses persidangan telah sesuai dengan hukum acara pidana.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bilal Ramadhan
Mantan Wakil Presiden Boediono
Foto: Republika/Prayogi
Mantan Wakil Presiden Boediono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah menuturkan, amar putusan yang dihasilkan dari sidang praperadilan kasus Bank Century melalui hakim tunggal Effendi Mukhtar memang hal baru. Sebab, objek praperadilan tersebut tidak termasuk sebagaimana tertuang pada pasal 77 KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Objek praperadilan ini sudah diatur di dalam KUHAP pasal 77 dan putusan MK. Objek praperadilan (terkait kasus Bank Century) ini tidak termasuk di antara itu semua, tentunya ini merupakan hal yang baru," tutur dia kepada Republika.co.id, Rabu (11/4).

Karena itu, papar Abdullah, MA saat ini tengah melakukan kajan yang mendalam dan mendasar terhadap pertimbangan hukum dalam putusan praperadilan yang diajukan oleh Boyamin Saiman itu. Namun, ia mengatakan, pengkajian ini tidak berkaitan dengan putusan karena MA tetap menghormatinya sebagai sebuah putusan.

Apalagi, Abdullah mengungkapkan, proses persidangannya telah sesuai dengan hukum acara pidana dan tidak ada penyimpangan di dalamnya. "Persidangan itu sudah sesuai dengan hukum acara pidana. Dan MA pada dasarnya tetap menghormati putusan hakim karena ini merupakan independensi hakim, apa pun putusannya," tuturnya.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengabulkan sebagian gugatan praperadilan yang diajukan oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) atas nama Boyamin Saiman terkait kasus dugaan korupsi dana talangan/bailout Bank Century. Melalui gugatan tersebut, KPK diwajibkan untuk melaksanakan penyidikan atas kasus Bank Century.

Bentuk pelaksanaannya adalah menetapkan tersangka baru dalam kasus tersebut. Di antaranya, Boediono, Muliaman D. Hadad, dan Raden Pardede, sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama terdakwa Budi Mulya.

Jika tidak dilakukan, KPK harus melimpahkan kasus tersebut ke kepolisian atau kejaksaan. Pelimpahan kasus ke dua institusi itu dengan memulainya dari penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement