REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Balai Yasa Yogyakarta merupakan Balai Yasa terbesar di Indonesia. Dibangun Nederlands-Indische Spoorwerg Maatschappij (NIS) sekitar 1914, Balai Yasa Yogyakarta setia jadi 'rumah sakit' lokomotif-lokomotif diesel elektrik hingga kini.
Sesuai namanya yang merupakan istilah perkerataapian Indonesia, Balai Yasa yang lebih dikenal dengan sebutan Balai Yasa Pengok ini merupakan tempat perawatan besar sarana perkerataapian yang dimiliki operator.
Balai Yasa Pengok sekaligus merupakan titik awal sejarah istilah balai yasa itu dipakai di Indonesia. Pada 1959, istilah itu diperkenalkan untuk pertama kalinya kepada publik melalui Balai Yasa Pengok.
Bisa dibilang, hampir seluruh lokomotif KAI mengalami perawatan, pemeliharaan akhir dan semiperawatan akhir di Balai Yasa Pengok. Centraal Werkplaats menjadi nama pertama yang sebenarnya disandang Balai Yasa.
Setelah diambil alih Djawatan Kereta Api, Centraal Werkplaats resmi berganti nama menjadi Balai Karya, yang kemudian menjadi Balai Yasa. Biasanya, semiperawatan akhir untuk lokomotif diesel elektrik dilakukan jika sudah bertugas dua tahun.
Semiperawatan dilaksanakan usai dilakukan pemeliharaan akhir atau sudah menempuh jarak 325.000 kilometer. Pemeliharaan akhir lokomotif diesel elektrik dilakukan bila telah bertugas selama empat tahun atau sudah menempuh 650 ribu kilometer.
Sejak 2014, Balai Yasa melakukan pemeliharaa kereta pembangkit maupun kereta makan pembangkit. Termasuk, perbaikan-perbaikan generator kereta sampai pengecatan-pengecatan rangkaian kereta.
Jika melihat foto-foto Balai Yasa pada masa Kolonial Belanda, secara umum tidak banyak perubahan yang berarti terjadi. Nuans yang diberikan kepada setiap orang yang masuk tampak seperti yang dibayangkan ketika melihat foto-foto dulu.
Walau bangunan maupun kegiatan banyak yang berubah, Balai Yasa seakan tidak kuasa menghilangkan nuansa yang telah ada. Bahkan, masih terlihat pegawai-pegawai Balai Yasa yang menggunakan sepeda dari satu tempat ke tempat lain.
Kepala Balai Yasa Yogyakarta, Denny Haryanto mengatakan, zaman dulu karena suku cadang belum terlalu lengkap pergantian dilakukan bertahap. Kini, jika ada yang masuk pergantian dilakukan secara total.
"Rusak tidak rusak saat perawatan harus diganti, jadi setelah perawatan pasti baru terus, misalkan di motor, misalkan 20 ribu kilometer, itu kan harus diganti misal 10 item, 10 item itu sekarang diganti semua," kata Denny kepada Republika, belum lama ini.
Ia mengatakan, kegiatan Balai Yasa Yogyakarta melonjak lebih sibuk memang saat menjelang Hari Raya. Pasalnya, lokomotif-lokomotif itu tentu dibutuhkan begitu banyak orang yang ingin mudik ke kampung halaman.
Tidak heran, keberadaan Balai Yasa Yogyakarta sadar atau tidak memang masih sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Bahkan, perannya begitu vital baik sebagai saksi sejarah maupun rumah sakit bagi lokomotif-lokomotif.