REPUBLIKA.CO.ID, Setiap tahun Republika menggelar penganugerahan Tokoh Perubahan. Mereka yang terpilih adalah sosok-sosok yang memberikan kontribusi nyata bagi bangsa dan melakukan perubahan di tengah masyarakat. Berikut adalah profil mereka (bagian 1).
Masa kecil selalu terkenang indah. Komjen Pol Syafruddin ingat betul masa kecilnya. Lima dekade lalu, pria yang kini mengemban amanah sebagai wakil ketua umum Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (PP DMI) ini terbiasa bangun sebelum mentari terbit. Pada saat orang sedang asyik bermimpi, dia sudah menimba air untuk memenuhi kolam air wudhu di masjid sekitar rumahnya di Makassar, Sulawesi Selatan.
Setelah itu, dia membersihkan badan dan menjadi makmum shalat Subuh berjamaah. Jika waktu shalat telah tiba dan belum ada yang mengumandangkan azan, Syafruddin yang ketika itu berusia tujuh tahun bertindak sebagai muazin. Masyarakat sekitar akan berdatangan untuk mendirikan shalat berjamaah. Rutinitas seperti itu terus dia tekuni setiap hari.
Semakin tumbuh dewasa, penyuka olahraga renang ini diberi amanah untuk menyusun jadwal khatib shalat Jumat dan merancang kegiatan keagamaan dan meramaikan tempat sujud. Ketika itu baru 12 tahun, usia yang biasanya dimanfaatkan anak untuk sekadar bermain. "Sejak kecil saya sudah dekat dengan masjid," ujar pria kelahiran Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, 12 April 1961 itu berkisah.
Dua hal didapatnya dari kedekatannya dengan masjid: ketulusan dan keikhlasan. Bagi pria yang terbiasa berpuasa sunah Senin-Kamis sejak usia 18 tahun itu, menghidupkan masjid adalah panggilan jiwa, kesadaran, atau inisiatif, tanpa berharap imbalan. Hati kecilnya pasti merasakan ketenangan karena selalu berdekatan dengan Ilahi Rabbi. Masyarakat juga senang melihat orang yang memakmurkan dan meramaikan masjid. Pengalaman itu membuatnya dipercaya mengelola rumah Allah yang megah di Makassar, al-Markaz al-Islami, yang ramai dengan berbagai kegiatan keislaman.
Pembangunan masjid tersebut mendapat dukungan sejumlah saudagar Muslim, salah satunya Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sejak 2017, jenderal bintang tiga ini menjalankan amanah sebagai wakil ketua umum PP DMI periode 2017-2022. Sosok Syafruddin dipercaya menduduki jabatan wakil ketua umum PP DMI karena dedikasinya terhadap organisasi. Meski pada periode sebelumnya belum masuk struktur, Syafruddin berperan besar dalam mengembangkan DMI dari balik layar. Ia mengaku selalu membantu Ketua Umum PP DMI Jusuf Kalla. Kehadiran Syafruddin dalam jajaran PP DMI diharapkan dapat memperkuat dan mengembangkan jaringan kepengurusan DMI.
Menjadi wakil ketua umum PP DMI membuatnya kian dekat dengan masjid. "Saya melihat masjid menjadi tempat berbagai aktivitas sosial. Selain ibadah, tempat sujud itu juga menjadi pusat pemberdayaan ekonomi," ungkap Wakil Kepala Polri ini. Karena itu, menurut dia, DMI bertekad untuk menjalankan visi dan misi memakmurkan masjid dan dimakmurkan masjid. Ia berharap umat Islam bisa memakmurkan masjid dengan beragam kegiatan, mulai dari ibadah, sosial, sampai kegiatan ekonomi. "Masyarakat sangat mungkin dilibatkan dalam pembangunan ekonomi dengan memanfaatkan masjid," tutur lulusan Akabri tahun 1985 itu.
Tempat yang ada di sekitar masjid bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan usaha, baik kecil maupun menengah. Dengan begitu, kata dia, masyarakat yang berada di sekitar bisa dimakmurkan oleh masjid.
Amanah yang diembannya sebagai wakil ketua umum PP DMI menginspirasinya dalam dua hal. Pertama, adalah pengembangan fungsi masjid dan meramaikannya. Belum lama ini dia mengunjungi Astana Kazakhstan, negeri yang pernah menjadi tempat komunisme berkembang itu kini diramaikan Muslim. Mereka bersemangat menunjukkan identitasnya.
Muslimah beramai-ramai menutup aurat memenuhi ruang publik. Baik lelaki maupun perempuan, umat Islam meramaikan masjid ketika azan berkumandang. Sambil menundukkan kepala mereka mengangkat kedua tangan, bertakbiratul ihram, tanda berserah diri kepada Allah. Menurut Syafruddin, belasan tahun lalu masjid di sana hanya diisi seratus hingga dua ratus Muslim shalat Jumat. Kini, ribuan Muslim memadati setiap shaf, bahkan hingga ke halaman dan jalanan untuk mendirikan shalat Jumat.
Ia mengungkapkan, perkembangan umat Islam di London belasan tahun terakhir juga mencuri perhatian dunia. Ratusan masjid kini berdiri di sana. Bahkan, sejumlah rumah ibadah agama lain dialihfungsikan menjadi masjid yang menjadi tempat mereka berkumpul untuk mencurahkan kesyukuran atau keluh kesah menghadapi kehidupan. Mereka juga beramai-ramai memenuhi berbagai sektor publik untuk aktualisasi diri. Umat Islam Indonesia juga mengalami hal yang tak jauh berbeda. "Para pemuda penuh semangat meramaikan masjid," kata dia.
Fenomena itu, menurut dia, terjadi di Masjid Agung Sunda Kelapa, Masjid Cut Meutia, dan sejumlah masjid lain. Tingginya semangat anak-anak muda untuk beribadah, kata dia, membuat sebagian masjid tak mampu lagi menampung jamaah sehingga mereka tumpah ruah di jalanan hanya untuk beribadah.
Sampai kapan pun, dia menjelaskan, masjid akan selalu menjadi tempat umat berharap. "Semua itu adalah dinamika masyarakat Muslim di berbagai wilayah," ujar Syafruddin. Apa maksudnya? Dinamika tersebut menunjukkan umat Islam semakin mendekati dan mencintai ajarannya. Mereka bersemangat mengkaji Alquran berisikan syair indah dan ajaran penuh inspirasi. Mereka juga merujuk pada hadis yang diriwayatkan para sahabat dan ulama otoritatif.
Di dalamnya ada harapan. Ibarat sinar yang menerangi sekitar, harapan menggerakkan seluruh anggota tubuh, bahkan umat untuk ramai-ramai mengagungkan asma Allah. Tempatnya bukan saja di majelis atau rumah, melainkan masjid yang merupakan rumah Sang Pencipta.
Umat memahami beribadah dalam arti luas berbuat segala kebaikan akan mendapatkan ganjaran lebih besar bila dilakukan di masjid. Shalat di rumah hanya diganjar satu kebaikan. Sedangkan, bersujud di masjid diganjar pahala 27 kali lipat. "Itulah harapan," kata ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 2004-2009 ini.
Kedua, masjid harus menjadi tempat pergerakan sosial, menjadi sentra muamalah ma'annas. Fungsi ini dijalankannya belum lama ini. Ketika sejumlah wilayah Ibu Kota terendam banjir, Syafruddin mengarahkan pengurus takmir setempat untuk mengaktifkan masjid menjadi penampungan dan sentra bantuan. Berbagai fasilitas yang ada dimanfaatkan untuk menolong mereka yang mengalami kemalangan. Hal sama nantinya akan diterapkan di berbagai daerah yang mengalami bencana.
Masjid juga akan menjadi pusat penyelesaian konflik sosial sehingga dapat cepat diselesaikan. Konflik tidak meluas. Keamanan dan ketertiban menjadi lebih terjaga. Konsep ini masih dimatangkan lagi dan nantinya akan ada aksi nyata, baik berupa pelatihan maupun penyuluhan.
Masjid Indonesia
Meski sudah mengunjungi banyak masjid di berbagai negara, mengagumi keindahan dan kemegahannya, Syafruddin tetap menilai masjid di Indonesia unik. Di negara lain, masjid dibangun dan didanai negara. Pemerintah juga harus menggaji pengurus masjid, termasuk di dalamnya muazin dan imam. Kebijakan negara banyak berperan dalam pemakmuran masjid dengan berbagai aktivitas di dalamnya.
Sementara, Indonesia tidak seperti itu. Masjid di negeri ini dibangun berdasarkan swadaya rakyatnya. Mereka mengikhlaskan lahan yang dimiliki untuk pendirian masjid. Masyarakat dengan sigap dan cepat menggelontorkan bantuan berupa harta untuk pembangunannya. Tak sampai di situ, mereka masih harus membiayai berbagai kegiatan dan perawatan bangunannya. Imam dan muazin adalah masyarakat sekitar. Negara tidak menggaji mereka. "Ini unik," kata Syafruddin.
Oleh karena itu, dia menambahkan, pemerintah tidak bisa banyak mengintervensi masjid. DMI hanya berkoordinasi dan mengarahkan pengurus takmir masjid, membenahi manajemen mereka, serta memperbaiki sistem pengeras suara agar jamaah nyaman mendengarkan bacaan Alquran dan ceramah. Berbagai upaya pembenahan rumah Allah sudah termaktub dalam sepuluh program masjid DMI.