Senin 09 Apr 2018 11:56 WIB

IDI Tunda Putusan Pemecatan Sementara Dr Terawan

Penundaan juga terkait pencabutan rekomendasi izin praktik dr Terawan.

Logo Ikatan Dokter Indonesia (ilustrasi)
Logo Ikatan Dokter Indonesia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menunda melaksanakan putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI terkait dr Terawan Agus Putranto. Putusan yang ditunda tersebut berupa sanksi pemecatan dan pencabutan rekomendasi izin praktik dr Terawan. 

"PB IDI menunda melaksanakan putusan MKEK karena keadaan tertentu. Oleh karenanya, ditegaskan bahwa hingga saat ini dr Terawan Agus Putranto masih berstatus sebagai anggota IDI," kata Ketua Umum Prof dr Ilham Oetama Marsis dalam konferensi pers di kantor PB IDI, Jakarta, Senin (9/4).

Marsis menegaskan, keputusan penundaan tersebut dilakukan karena IDI masih memverifikasinya. IDI juga masih mengumpulkan bukti-bukti tambahan terkait putusan yang diberikan dari MKEK. Hal itu termasuk juga jawaban dari dr Terawan dalam forum pembelaannya pada Jumat (6/4).

Dia menjelaskan, putusan MKEK IDI hanya berupa rekomendasi kepada PB IDI, sementara PB IDI bertugas sebagai eksekutor rekomendasi tersebut. Marsis memgatakan, penundaan tersebut sangat bergantung pada pembuktian dengan hasil akhir putusan.

"Penundaan bagi kita sangat tergantung pada bukti-bukti, bisa suatu pembebasan dari tuduhan, namun bisa juga kita melakukan rekomendasi dari MKEK," kata Marsis.

Sebelumnya, MKEK IDI merekomendasikan amar putusan pemberian sanksi kepada dr Terawan berupa pemecatan sebagai anggota IDI selama satu tahun dan pencabutan rekomendasi izin praktik. MKEK IDI beralasan dr Terawan dianggap mengiklankan diri terkait metode terapi cuci otak melalui DSA yang dilakukannya, menarik bayaran besar, dan menjanjikan kesembuhan pada pasien. Hal tersebut bertolak belakang dengan etika kedokteran.

Dari segi ilmiah, sejumlah ahli beranggapan metode cuci otak melalui DSA dan obat heparin bukanlah untuk pengobatan dan pencegahan strok. Keduanya berfungsi untuk diagnosis penyakit dalam membantu mengetahui pemberian metode pengobatan yang tepat. 

Namun, IDI merekomendasikan penilaian terhadap tindakan terapi dengan metode DSA atau cuci otak dilakukan oleh tim Health Technology Assesement (HTA) Kementerian Kesehatan. Marsis menjelaskan, penilaian tindakan metode terapi cuci otak bukan pada ranah IDI. 

Baca Juga: Metode Cuci Otak Butuh Penelitian Mendalam

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement