Sabtu 07 Apr 2018 11:34 WIB

Menginvestigasi Facebook Indonesia

Kebocoran data pengguna Facebook tidak bisa disepelekan.

Jutaan data dari akun Facebook digunakan oleh Cambridge Analytica
Foto:

Ia juga meminta pemerintah mengkaji kesalahan dari Facebook setelah lebih dahulu menerima penjelasan dari manajemen mereka. Menurutnya, perlu juga dipertimbangkan bagaimana komunikasi dengan Facebook selama ini apakah akomodatif melakukan perbaikan-perbaikan dan patuh pada hukum nasional.

"Jika tidak, dikhawatirkan aplikasi-aplikasi lain akan memandang enteng aturan terkait perlindungan data pribadi di Indonesia," kata Meutya.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), ada sejumlah pasal yang menyinggung soal larangan mengakses, menyebarkan, dan memanfaatkan data elektronik tanpa hak. Di antaranya, pasal 30 ayat 2 yang melarang tindakan mengakses komputer atau sistem elektronik dengan cara apa pun guna memeroleh informasi atau dokumen elektronik tanpa hak. Selain itu, ada pasal 31 ayat 1 yang melarang intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik orang lain tanpa hak.

Sementara, sanksi administratif soal pelanggaran data pribadi tercantum dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. Pada pasal 36, dinyatakan larangan bagi, “setiap orang yang memperoleh, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarluaskan Data Pribadi tanpa hak atau tidak sesuai dengan ketentuan”.

Pelanggaran terhadap larangan itu bisa dikenai rerupa sanksi mulai dari peringatan lisan, peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, dan/atau pengumuman di situs daring. Sanksi bisa dikenakan pada penyelenggara sistem elektronik (PSE), seperti Facebook, karena mereka dibebani kewajiban melindungi data pengguna.

Pada Rabu (4/4) waktu Amerika Serikat (AS), manajemen Facebook mengonfirmasi ada lebih dari 87 juta data pengguna yang telah dicuri Cambridge Analytica. Jumlah ini lebih tinggi dari laporan awal, yaitu 50 juta data pengguna. Sebagian besar pengguna berada di AS.

Khusus untuk Australia, sekitar 300 ribu data pengguna menjadi korban. Terkait hal itu, Pemerintah Australia telah melaksanakan investigasi resmi. Investigasi bertujuan untuk memeriksa apakah raksasa media sosial itu melangar UU Privasi Data.

"Mengingat masalah ini berskala global, maka the Office of the Australian Information Commissioner (OAIC) akan berunding dengan otoritas berwenang secara internasional," ujar pejabat OAIC Angelene Falk dalam pernyataan resmi, seperti dilansir CNN Money, kemarin.

Saat dikonfirmasi kepada Polri, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto menjelaskan, Polri perlu berkoordinasi dengan Kemenkominfo. Sebab, kementerian tersebut yang memahami ranah kasus. "Kami tidak bisa sembarang bertindak," katanya, Jumat (6/4).

Setyo menjelaskan, sebagai negara pengguna Facebook terbesar ketiga di dunia, Polri tentu tidak tinggal diam menyikapi fenomena itu. "Tentu, nantinya mungkin kami akan bentuk tim, tapi saya belum bisa bilang iya atau tidak. Kami harus koordinasi dulu ya dengan Kominfo," ujarnya.

(Pengolah: muhammad iqbal).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement