REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Yogyakarta meminta pemberitaan di media massa mengenai kasus-kasus yang dialami maupun dilakukan oleh anak disampaikan dengan bijak.
"Tujuannya agar tidak menimbulkan trauma pada anak di kemudian hari atau berita yang disampaikan justru menjadi semacam panduan bagi anak lain untuk melakukan tindakan yang negatif," kata Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Yogyakarta Indri Oktaviani di Yogyakarta, Rabu (4/4).
Menurut dia, masih ada media massa yang menyampaikan berita terkait kasus anak dengan tulisan yang cukup detail bahkan menuliskan nama dari anak yang menjadi korban maupun pelaku.
Padahal, kata dia, Indonesia sudah meratifikasi konvensi hak anak sejak 1990 sehingga seluruh pihak wajib mempedomani aturan tersebut dalam memberikan hak anak secara penuh.
Ia berharap pemberitaan yang disampaikan oleh media massa terkait kasus anak lebih mengarah pada upaya pemberian edukasi ke masyarakat dan bukan semata-mata ditekankan pada faktor pelaku maupun korban.
Secara umum, kata dia, terdapat empat jenis hak anak yang harus dipenuhi yaitu hak untuk hidup, tumbuh kembang, mendapatkan perlindungan dan berpartisipasi.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Yogyakarta Octo Noor Arafat mengatakan, berbagai upaya telah ditempuh untuk pemenuhan hak anak termasuk kepada anak yang berhadapan dengan hukum.
Dalam waktu dekat, lanjut Octo, Pemerintah Kota Yogyakarta dan Polresta Yogyakarta akan melakukan penandatangan kesepahaman bersama jika ada anak yang berhadapan dengan hukum, termasuk pencegahan kekerasan di sekolah oleh anak, serta kampanye tertib lalu lintas.
"Harapannya, akan tercipta lingkungan yang aman dan nyaman. Termasuk jika nanti ada anak berhadapan dengan hukum. Sebelumnya pun, sudah ada kesepakatan bersama dengan Peradi dan PN Yogyakarta untuk bantuan jika ada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak," katanya.
Berdasarakan survei, lanjut Octo, sekitar 90 persen anak yang berhadapan dengan hukum berasal dari keluarga "broken home". "Artinya, kami akan berusaha untuk menangai kasus kekerasan tersebut dari keluarga. Kami ciptakan keluarga yang ramah anak," katanya.